Home Ads

Kamis, 02 Mei 2024

Resensi Buku Ulama Perempuan Ulama Ngaji Asah Asih Asuh Mbah Nyai, Karya Zumrotul Mukaffa


Judul Buku: Ulama Perempuan Ulama Ngaji Asah Asih Asuh Mbah Nyai
Penulis: Zumrotul Mukaffa
Jumlah Halaman: 158
Genre: Biografi 
Penerbit: UINSA press
Nama Peresensi: Nurul Fauziyah Jalil

Di dunia ini banyak sekali inspiring woman yang rekam jejaknya tidak tertulis, khususnya di dunia kepesantrenan. Buku tulisan Prof Zumrotul Mukaffa ini menceritakan sosok inspiring woman yang melahirkan dzurriyah yang semuanya hebat-hebat serta melahirkan banyak sekali santri yang hebat. Mbah Nyai Musyarrofah Fattah binti KH. Bisri Syansuri salah satu nya. Beliau adalah pengasuh PP. Al-Fathimiyyah Bahrul Ulum, sosok ibu tangguh yang mempunyai 8 orang putra-putri yang salah satunya khoriqul 'adah dan memiliki keistimewaan. Menantu-menantu beliau semuanya orang alim. Siapa yang tidak kenal KH. Sahal Mahfudz, KH. Djamaluddin Ahmad, dan KH. Sulthon Abd Hadi? Beliau-beliau adalah para menantu Mbah Nyai Musyarrofah. 

Mbah Nyai menjadi single parent ketika putra-putru beliau "belum jadi orang", hanya Bunyai Nafisah (istri KH Sahal Mahfudz) yang baru menikah, sedang 7 putra-putri lainnya masih dalam masa pendidikan. Tapi hal itu tidak menyurutkan keteguhan hati Mbah Nyai untuk mengantarkan pendidikan putra-putrinya hingga mencapai jenjang tertingginya. 

Bunyai Lilik Muhibbah, salah satu putri beliau, mengungkapkan kekagumannya pada ibunya, "Ibu benar-benar tangguh. Beliau memikirkan dan mengurus semuanya sendiri. Ketika ditinggal suaminya, dari 8 putra-putrinya, yang menikah baru putri pertamanya, Nyai Nafisah saja, yang lainnya masih belajar, termasuk saya masih kuliah. Ibu orangnya tegas, otoriter, disiplin, berwibawa. Putra-putrinya semua tunduk dan patuh kepadanya."

Mbah Nyai rela mengorbankan harta bendanya demi pendidikan putra-putrunya. Ketika KH Abd Nashir akan melanjutkan pendidikannya ke Makkah, beliau ragu apakah Mbah Nyai sanggup untuk membiayainya. Sedangkan Mbah Nyai hanya seorang janda yang memiliki banyak putra-putri yang belum mentas. Di luar dugaan Kiai Nashir, Mbah Nyai rela menjual semua perhiasannya untuk membiayai pendidikan Kiai Nashir ke Makkah. 

Di balik keotoriteran dan ketegasan Mbah Nyai terkait pendidikan putra-putrinya, ternyata Mbah Nyai membebaskan pendidikan apa yang di pilih putra-putrinya, asalkan tidak meninggalkan pesantren. Seperti Nyai Syafiyah yang menempuh pendidikan Bahasa Inggris hingga kuliah di Canberra. 

Mbah Nyai juga sosok mertua idaman para menantu. Diceritakan oleh Ibu Nyai Ummu Salma (istri KH Abd Nashir), setelah menjadi menantu Mbah Nyai, Mbah Nyai mendorong Nyai Salma untuk mengambil pendidikan S1 jurusan psikolog di Undar. Hal ini menunjukkan bahwa Mbah Nyai adalah sosok perempuan yang melek pendidikan, bahkan di saat banyak perempuan yang belum bisa membaca dan menulis, Mbah Nyai sudah pandai membaca kitab dan maknani kitab kuning. 

Diceritakan jug oleh Nyai Ida Djamal (cucu Mbah Nyai, putra Bunyai Hurriyah dan KH Djamaluddin) bahwa Mbah Nyai mengampu kitab Sullam-Safinah (kitab Sullamut Taufiq dan Safinah an Najah, di singkat Mbah Nyai menjadi Sullam-Safinah), kebanyakan ibu Nyai hanya mengambil peran domestik. Di masa itu masih banyak perempuan buta huruf, namun Mbah Nyai sudah mengajarkan dan membacakan kitab kuning kepada para santri. Ini menunjukkan bahwa Mbah Nyai adalah perempuan yang terpelajar dan cerdas. 

Di tangan Mbah Nyai, pesantren sangat berkembang pesat. Saat wafatnya Mbah Kiai Fattah, santri Al Fathimiyyah berjumlah 400 orang, namun ketika pesantren dipimpin Mbah Nyai, jumlah santri mencapai 2000 orang. Mbah Nyai juga ahli riyadhoh dan tirakat. Tak heran jika beliau melahirkan dzurriyah yang salih-salihah.

Tahun lalu, ketika sowan pada Bunyai Salma (menantu mbah Nyai), Bunyi Salma menceritakan bahwa Mbah Nyai mengkhatamkan Al Qur'an seminggu sekali bahkan ketika bulan ramadan, Mbah Nyai mengkhatamkan Al Qur'an 3 hari sekali. 

Sebagai alumni Al Fathimiyyah, membaca buku ini seperti diajak menelusuri kembali kenangan-kenangan yang ada di sana. Kegiatan-kegiatan bersama Mbah Nyai, pujian-pujian sebelum sholat, macam-macam kegiatan pondok, dan masih banyak lagi. 

Banyak hal yang dapat diambil dari buku ini, terutama bagi kita, kaum perempuan. Bahwa kesalihan putra-putri kita tergantung bagaimana kita menjadi orang tua. Sudahkah kita meriyadhohi dan menirakati putra-putri kita? Sudahkah kita memberi contoh yang baik pada putra-putri kita? Hal ini menjadi pengingat sekaligus teguran bagi kita para pembacanya. Untuk Mbah Nyai, lahaa al fatihah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PerempuanMembaca

Semua penulis di sini adalah perempuan yang menyempatkan waktu untuk membaca, budaya yang hampir punah ditelan oleh kesibukan, budaya yang hampir punah tergantikan oleh membaca status sosmed atau berita versi digital. Kami merindukan aroma buku, kami merindukan rehat dan bergelut dengan buku sambi menikmati secangkir teh atau kopi.




Cara Gabung Komunitas

Cara Gabung Komunitas

Cari

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *