Home Ads

Kamis, 16 Mei 2019

Resensi Buku Gender dan Hubungan Internasional, Ani Soetjipto, Pande Trimayuni, dkk




Judul Buku: Gender dan Hubungan Internasional
Penulis: Ani Soetjipto, Pande Trimayuni, dkk
Genre: Nonfiksi
Penerbit: Jalasutra Yogyakarta
Cetakan: Pertama, 2013
Tebal: XII + 331 halaman
Pe-review: Aida Mudjib

Tentang Pengarang:

Pengarang buku ini adalah Dr. Ani Widyani Soutjipto, pengajar di Dep. HI FISIP-UI. Minat keahliannya adalah Gender dan partisipasi politik perempuan serta hubungan internasional khususnya studi China dan Asia Timur. Pande K. Trimayuni, mantan ketua senat UI 1998-1999 adalah seorang peneliti, dosen, konsultan sejumlah lembaga internasional antara lain World Bank, CIDA, CARAM Asia, ILO dll.

Tentang Buku:

Buku ini merupakan bacaan pengantar tentang gender, teori feminis dan HI. Gender dan feminisme merupakan kajian multidisipliner, jadi saat HI menggunakan  lensa gender dan kacamata feminis, analisis dan pembahasan menjadi lebih komprehensif dan tajam. Isu yang dapat dikaji pun kemudian menjadi lebih luas melampaui isu-isu tradisional HI yang dikenal selama ini.

Realis Pluralis Kritis Feminis
Aktor Negara Negara, NGO, IGO, MNC, Rezim Kelas Masyarakat 
Sistem Anarki Komunitas Hierarki Multihirarki, Patriarki
Karakter Independen  Intrerdependensi Dependensi Multirelasi
Penyelesaian masalah Militer Negoisasi, Hukum Kesadaran Organisasi
Fokus Konflik Kerja sama Kontekstual Historis
Isu Perang Keamanan, Kesejahteraan Identitas, Epistemologi, Aksiologi, Metodologi

Isu kekerasan terhadap perempuan, hak asasi, perempuan agen perdamaian, women traficking, migrasi global, buruh perempuan dan protokol konvensi internasional merupakan sebagian isu yang secara khusus dibahas dalam buku ini. Terbagi menjadi 3 bagian:

1. Gender, feminisme dan Keamanan internasional
2. Gender, feminisme dan Ekopolin
3. Hak Asasi Perempuan dalam HI

ISI BUKU

1. GENDER, FEMINISME DAN KEAMANAN INTERNASIONAL

Studi keamanan internasional didominasi oleh pendekatan realisme dan neo realisme dengan fokus pada isu politik tingkat tinggi sehingga analisa yang ada cenderung maskulin. Kajian feminis berkontribusi dalam meredefinisikan konsep keamanan dan kewargaan yang memasukkan peran perempuan dan kontribusinya untuk negara.


  • Perempuan dalam Konflik
Dalam konflik perempuan sebagai bagian dari masyarakat dan sistem sosial cenderung berada dalam posisi rentan. Status dan fungsi perempuan ditentukan secara jamak oleh perannya pada proses produksi, reproduksi dan seksualitas. Subordinasi ini membuat perempuan menjadi mayoritas korban dalam konflik, baik antar negara maupun suku. Contoh paling umum dalam hal ini yakni lewat perkosaan.

Perempuan sebagai aktor yang berperan aktif dalam kekerasan dan konflik bisa dilhat sebagai peran yang negatif. Seperti terjadi di Burundi Rwanda, Congo dimana mereka berperan sebagai mesin negara. Misalnya istri presiden habyarimana dari Rwanda yang merupakan anggota suku Akazu yang berpengaruh  memainkan peran utama dalam genosida. Di wilayah ini perempuan berkepentingan untuk tidak menentang konflik demi menjaga status dan hak-hak istimewanya dalam kelompok yang dominan. Contoh lainnya adalah langkanya peran aktif perempuan dalam perdamaian Aceh yang dipicu pemahaman ajaran Islam setempat yang bias gender.

Karena pengaruh konteks konflik dan dan konstruksi sosial terjadilah Intersectionality perempuan. Intersectionality ini karena a)  dia perempuan secara sosial tidak menguntungkan; b) privilese kehidupan, membuat perempuan menunjukkan sisi yang maskulin yang cenderung melakukan kekerasan untuk mencapai tujuan dan memenuhi kepentingannya. Posisi perempuan dalam konflik:

➤ Korban dan pengungsi
➤ Berelasi dengan kombatan
➤ Pendukung pergerakan
➤ Kombatan
➤ Pendukung kehidupan kombatan
➤ Pembuat perdamaian

  • Perdamaian dari sudut pandang feminis
Berbicara mengenai perdamaian berarti berbicara tentang perang, dus tentang power. Teori-teori tradisional menggunakan konsep umum power sebagai acuan utama kemenangan dalam perang untuk mewujudkan perdamaian. Namun  hal ini menimbulkan celah ketika aktor dengan power yang kecil dapat melumpuhkan negara. Feminisme mendefinisikan power sebagai power as power over others (power adalah kekuatan untuk mendominasi pihak lain) baik realisme maupun liberalisme mengabaikan power masyarakat.

Dalam masyarakat maskulin, keberadaan perempuan jika tidak dianggap sebagai makhluk yang a) harus dilindungi saat perang terjadi –ironisnya korban terbanyak malah kaum perempuan; juga menjadi b) kunci terfokusnya kinerja tentara yang bertugas di basis-basis luar negeri -sehingga muncullah profesi wanita penghibur atau adanya pernikahan paksa. Dalam kacamata feminis, tindakan menjadikan perempuan sebagai saluran kebutuhan dan alat menyenangkan kaum  pria tidak dapat dibenarkan. Justifikasi apapun tentang kinerja, fokus dan kebahagiaan  hanya alasan semata. Ada 3 langkah yg bisa ditempuh:

1. Memandang keamanan non tradisional sbg sumber perdamaian
2. Menghapus mitos perlindungan
3. Menghapus citra sebagai korban sehingga dapat lebih berperan terutama pascakonflik


  • Pemerkosaan dalam wilayah konflik
Kekerasan terhadap perempuan merupakan manifestasi relasi kuasa yang tidak imbang secara historis antara laki-laki dan perempuan. Machiavelli menyatakan “fortuna adalah perempuan, dan adalah suatu kepastian jika ingin menguasainya, ia harus ditaklukkan dengan kekuatan.”. Pemerkosaan merupakan salah satu bentuk kekerasan, perwujudan dari kekuasaan lelaki atas integritas perempuan. Maraknya pemerkosaan juga dikarenakan adanya ideologi gender dominan bahwa lelaki lebih agresif dan aktif secara seksual.

Pemerkosaan menjadi penting untuk dibahas karena terdapat dampak yang besar dibandingkan kriminal lainnya. Meski sudah terjadi sejak zaman yunani, Pemerkosaan  secara spesifik baru disebutkan dalam statuta peradilan kriminal dan pelakunya mendapatkan sanksi pada tahun 1994 setelah perang yugoslavia.

Perkosaan memiliki  banyak alasan dan tidak hanya reaksi insidental.  Pemerkosaan juga digunakan sebagai cara genosida melihat dampak trauma yang ditimbulkan kepada korban dan banyaknya keturunan ‘tak berumah’ yang dihasilkannya. Sebagai taktik perang, berikut cuplisan alasan pemerkosaan yang bisa ditemui:

➤ Pemerkosaan sebagai rampasaan perang
➤ Untuk menghancurkan moral individu, keluarga dan komunitas
➤ Untuk menghamili perempuan agar etnisnya tidak murni lagi
➤ Untuk menghancurkan budaya asal
➤ Untuk menghentikan kontribusi perempuan dalam konflik
➤ Sebagai senjata teror
➤ Sebagai bentuk penyiksaan untuk mendapatkan informasi

2. GENDER, FEMINISME DAN EKOPOLIN

Dalam bab kedua ini, pengarang buku ini bermaksud ingin menunjukan bagaimana interkoneksi antara gender-feminisme dengan 3 paradigma besar HI


  • Migrasi dan ketidaksetaraan Global
Migrasi merupakan salah satu cara yang ditempuh untuk mengurangi ketidaksetaraan global. Bekerja sebagai buruh migran di luar negeri merupakan salah satu alasan migrasi. Buruh migran baik laki-laki maupun perempuan banyak dijumpai. Jika di masa lalu perempuan sulit untuk meninggalkan tempat kelahirannya saat ini partisipasi mereka dalam dunia kerja lintas negara meningkat. Migran bukanlah kelompok homogen dan dapat  dibedakan jenis dan kualifikasinya. Migrasi berpengaruh pada setiap tahapan kehidupan bermasyarakat, mulai dari level negara hingga individu. Buruh migran –termasuk pengungsi dan pencari suaka yang dapat juga bekerja, menempati prosentase migrant terbesar. Terdapat 4 kategory besar migran, yakni berdasarkan kerelaan mereka untuk lmeninggalkan tempat asal serta motif perpindahannya

- Voluntary migrants - Involuntary migrants
- Economy migrants - Non ekonomi migrants

Dari sisi ekonomi adanya BM terutama BMW, membantu mengurangi ketidaksetaraan ekonomi dan berhasil meningkatkan taraf hidup keluarga dan menambah pendapatan negara, di  sisi lain banyak terjadi brain drain dimana BM dengan SDM tinggi enggan kembali ke negara asal. Dimensi lain yang dapat dilihat adalah bahwa migrasi internasional merupakan area yang tergenderisasi dan cenderung terjadi segregasi. Misalnya karena pandangan bahwa jasa domestik adalah dunia perempuan mengakibatkan tingginya permintaan BMW. Sayangnya permintaan tersebut tidak diiringi dengan gaji, perlindungan dan akses kebutuhan hidup yang cukup. Perbedaan budaya juga sering terjadi. Ini semua menyebabkan munculnya ketidaksetaraan non ekonomis dan menjadi tambahan permasalahan.


  • Perkawinan dalan kajian Ekopolin
Studi HI membangun telaah tentang institusi perkawinan lewat aktivis-aktivis  yang menggagas mengawal  dan menekuni isu transnasional. Dengan analisis gender, kelompok aktivis membangun kecermatan mata internasional pada realitas ketimpangan kuasa dalam perkawinan di berbagai negara. Hasil yang dapat dicapai diantaranya adalah adanya pengakuan persamaan hak dalam pernikahan; dan free and full consention antara laki-laki dan perempuan dalam DUHAM 1948 pasal 16. Perjuangan aktivis perempuan juga ditunjukkan dalam intervensi perumusan kovenan-kovenan pendukung di PBB, diantaranya ICCPR pasal 23, ICESCR pasal 10 dan CEDAW 1979 pasal 11 dan 16.

Dalam studi ini aspek ‘pertukaran’ dalam perkawinan yang terjadi di banyak negara memungkinkan institusi perkawinan sering kali dilatari oleh kepentingan ekonomi dan politis laki-laki yang memperoleh keuntungan kolektif dari posisi subordinat perempuan. Ditengah pusaran permiskinan, perempuan memiliki pilihan yang sangat terbatas untuk perbaikan ekonominya. Perempuan selain memiliki fungsi produksi, juga memiliki fungsi rep roduksi. Tidak ada  jaminan juga bahwa perempuan tersebut tidak memasuki perkawinan yang berwatak memperbudak lalu dianggap tidak memiliki hak atas anaknya. Contoh kasus perkawinan transnasional untuk perbaikan ekonomi ini yakni maraknya perkawinan gadis Singkawang dengan pria  Taiwan. Ini bisa dilacak lewat pengajuan visa taiwan untuk mengikuti suami yang mencapai ratusan hingga ribuan aplikasi tiap tahunnya. Di masyarakat, perempuan tersebut hidup dalam stigma sebagai anak perempuan yang dijual keluarganya dan berasal dari keluarga dan negara yang lebih miskin.

Melihat permasalahan diatas, isu pernikahan transnasional bukanlah isu personal melainkan konsekuensi logis dari sistem kapitalis dunia. Dibutuhkan kebijakan imigrasi yang ketat sehingga pernikahan transnasional tidak saja menjadi kebutuhan untuk mempertahankan kondisi ekonomi namun juga mempengaruhi kemampuan tawar dalam relasi antar negara.

Kesimpulan

Feminisme daalam buku ini dimaknai sebagai “Gerakan politik yang minat utamanyaadalah hak-hak perempuan dan emansipasi gender. Untuk memahami lebih jauh tentang perempuan dan gender bagaimana peran mereka secara luas untuk menolong kita mempelajari lebih luas tentang dunia secara umum”

Jaminan terhadap hak asasi perempuan secara internasional dapat memberikan kerangka politis dan normatif bagi pergerakan dan perjuangan perempuan.

Komentar

Buku ini memiliki kelebihan diantara nya adalah bahasa yang digunakan dalam buku ini mudah untuk dimengerti. Dalam buku ini tidak hanya menyajikan teori-teorinya saja tetapi juga sebagian besar isi tiap babnya disertai contoh peristiwa sehingga berfungsi untuk menguatkan teori-teori yang ada dalam buku tersebut. Selain itu pada setiap babnya terdapat kesimpulan yang kemudian disertai pertanyaan kuis dari sang pengarang sehingga kita dapat lebih jauh berdiskusi untuk memahami buku ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PerempuanMembaca

Semua penulis di sini adalah perempuan yang menyempatkan waktu untuk membaca, budaya yang hampir punah ditelan oleh kesibukan, budaya yang hampir punah tergantikan oleh membaca status sosmed atau berita versi digital. Kami merindukan aroma buku, kami merindukan rehat dan bergelut dengan buku sambi menikmati secangkir teh atau kopi.




Cara Gabung Komunitas

Cara Gabung Komunitas

Cari

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *