Home Ads

Rabu, 11 Desember 2019

Resensi Buku Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis, Paulo Coelho

Judul: Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Menangis
Penulis: Paulo Coelho
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama 
Tahun terbit: 2005
Genre: Fiksi
Peresensi: Farah Firyal

Buku ini bercerita tentang konflik-konflik yang kita hadapi dalam perjalanan mencari cinta.

Ada legenda bahwa segala sesuatu yang jatuh di sungai piedra.seperti dedaunan, serangga atau bulu burung akan berubah menjadi batu yang membentuk dasar sungai. Kalau saja aku dapat mengeluarkan isi hatiku dan melemparkannya ke arus maka kepedihan dan rinduku akan berakhir dan akhirnya aku melupakan semuanya.

Tokoh utama dari buku ini bernama Pilar, dia adalah seorang gadis yang berasal dari sebuah kota kecil Soria di Spanyol. Pilar memiliki sahabat seorang pria, mereka bersahabat sejak kecil, namun akhirnya berpisah karena sang pria memutuskan untuk memilih hidup di Sargoza, setelah 11 tahun lamanya tak bertemu pilar akhirnya diundang untuk datang ke tempat tinggal sahabat lamanya itu. Dalam pertemuan itu Pilar sungguh terkejut bahwa sahabat kecil yang sudah lama tak ditemuinya itu kini sudah berubah menjadi sosok yang lain. Ia berdiri di hadapan banyak orang yang sedang mendengarkannya berbicara, orang-orang itu menatapnya dengan tatapan kagum dan ekspresi seperti menatap wakil Tuhan di muka bumi, pastur? Sahabatnya itu kini telah memilih jalan spiritual yang berbeda

Dalam sebuah kesempatan yang telah lama dinanti dan diharapkan sang pria menyatakan perasaannya kepada Pilar, cinta yang tumbuh sejak mereka kanak-kanak, Pilar menyadari betul bahwa apa yang ia rasakan pada sahabatnya itu adalah cinta. Tapi bagaimana bentuk realisasi cinta jika orang yang Pilar cinta sudah bukan sosok yang sama dengan sebelumnya?  Dalam novel ini dikisahkan bagaimana Pilar menemukan kepercayaannya tentang Tuhan yang telah lama hilang dari kehidupannya dengan melakukan perjalanan bersama sahabatnya itu. Keyakinan Pilar akan Tuhan kembali lagi. Pada akhir paragraf, Paulo Coelho menuliskan kata berikut ini:

Thomas Merton pernah mengatakan pada dasarnya kehidupan spiritual adalah mencintai. Kita tidak mencintai demi melakukan kebaikan atau untuk menolong atau melindungi seseorang. Kalau sikap kita seperti ini kita menjadikan orang lain sebagai objek dan kita menganggap diri kita sederhana dan murah hati. Ini tak ada hubungan nya dengan cinta. Mencintai adalah melebur dengan orang yang kita cintai dan menemukan percikan Tuhan di dalam dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PerempuanMembaca

Semua penulis di sini adalah perempuan yang menyempatkan waktu untuk membaca, budaya yang hampir punah ditelan oleh kesibukan, budaya yang hampir punah tergantikan oleh membaca status sosmed atau berita versi digital. Kami merindukan aroma buku, kami merindukan rehat dan bergelut dengan buku sambi menikmati secangkir teh atau kopi.




Cara Gabung Komunitas

Cara Gabung Komunitas

Cari

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *