Home Ads

Senin, 27 Januari 2020

Resensi Buku Rumah Ilalang, Stebby Julionatan

Menjadi ‘Lain’ Bukan Pilihan


Judul: Rumah Ilalang
Penulis: Stebby Julionatan
Penerbit: Basabasi
Tahun: 2019
Genre: Fiksi
Peresensi: Ihdina

Siapa sih yang ingin hidup menjadi orang yang lain dari orang kebanyakan. Siapa yang ingin hidup terlahir sebagai orang yang aneh. Siapa yang sengaja ingin hidup dalam keadaan serba sulit dan tersudut. Tentu tidak ada. Bukankah setiap manusia terlahir bagai selembar kertas putih bersih tanpa noda. Lalu perjalanan hiduplah yang mewarnainya.

Buku berisi 136 halaman ini mengisahkan kehidupan seseorang yang mendapat takdir ‘lain’ tersebut. Alang nama aslinya. Ia tumbuh dalam keluarga yang cukup kental nuansa agamanya. Islam agama yang dianut kedua orangtuanya. Sayangnya, kondisi finansial orangtuanya membuat keluarga tersebut sedikit oleng. Keharmonisan kedua orangtua mulai goyah dan berakibat pada kondisi psikis anak-anaknya. Alang sebagai anak lelaki yang telah dinanti-nanti kehadirannya menjadikannya sebagai pusat perhatian.

Sayang sekali, lingkungan terkecil dalam masa pertumbuhan tidak membuat dia merasa nyaman sepenuhnya. Alang kecil mulai memiliki kebiasaan-kebiasaan yang ‘lain’. Bermain boneka kakak-kakak perempuannya, masak-masakan dan permainan ala cewek lainnya. Semakin beranjak dewasa bukannya kebiasaan ini mampu diredam oleh keluarganya. Justru ia mulai menikmati kelainan ini. Puncaknya beranjak dewasa, sang ayah pun ‘menendangnya’ dari rumah.

Manusia dengan kecenderungan ‘lain’ ini masih menjadi sorotan keras oleh masyarakat. Sehingga kehadirannya selalu menjadi cibiran dan hujatan keras di berbagai tempat. Begitu juga yang dia terima di tempat tinggal pelariannya. Tidak berhenti di situ keputusan me’lain’ yang diambil oleh Alang yang beralih nama Tabita. Seiring waktu ia tidak sekadar beralih kecenderungan seks, namun juga dalam kepercayaan. Tentu ini membuat sang ayah semakin murka.

Permasalahan semakin runyam ketika si tokoh utama tersebut meninggal dan terjadilah perselisihan yang sangat rumit antar pemuka kedua agama. “Agama itu baik. Tetapi kadang pemainnya tidak.” Satu kutipan ini terasa paling menarik, menggelitik, dan memancing intrik. Terutama di era sekarang. Agama menjadi perkara yang amat mudah digoreng dengan gurih oleh media dan manusianya. Oleh para pakar dengan segala dalilnya. Oleh politik dengan segala kepentingannya.

Novela ini sangat berani mengangkat dua topik yang sangat sensitif ini. Semakin permasalahan ini dianggap tabu maka akan semakin dekat dengan kehidupan sosial masyarakat kita. Berbagai genre dipadu menjadi sebuah cerita yang sangat kompleks dan berat. Cerita ini menggiring pembaca membayangkan hal yang mengerikan sekaligus menegangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PerempuanMembaca

Semua penulis di sini adalah perempuan yang menyempatkan waktu untuk membaca, budaya yang hampir punah ditelan oleh kesibukan, budaya yang hampir punah tergantikan oleh membaca status sosmed atau berita versi digital. Kami merindukan aroma buku, kami merindukan rehat dan bergelut dengan buku sambi menikmati secangkir teh atau kopi.




Cara Gabung Komunitas

Cara Gabung Komunitas

Cari

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *