Home Ads

Jumat, 27 Maret 2020

Resensi Buku Rumah Perawan, Nemumeru Bijou


Judul buku: Rumah Perawan
Judul asli: Nemumeru Bijou
Pengarang: Yasunari Kawabata
Penerjemah: Asrul Sani
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Cetakan: 1 Juli 2016
Isi: 115 halaman
Peresensi: Nana Ernawati

Bagi orang Indonesia, membaca buku ini akan menimbulkan banyak pertanyaan, karena pembaca akan menemukan banyak hal yang tidak lazim dalam kehidupan masyarakat di sini. 

Mereka adalah laki-laki yang tidak bisa damai dengan diri sendiri. Mereka adalah orang-orang yang kalah-atau lebih tepat, korban dari ketakutan. Sewaktu mereka berbaring di sebelah gadis-gadis muda yang telanjang yang telah ditidurkan terasa sesuatu yang bukan sekedar merupakan ketakutan pada maut yang makin dekat dan kesedihan karena kemudaan mereka yang telah hilang. (Hal 72).

Judul bukunya saja sudah membuat pembaca penasaran, “Rumah Perawan”. Awalnya saya membayangkan cerita tentang para gadis yang akan memasuki gerbang perkawinan dan segala lika-liku seorang perawan yang akan menikah. Ternyata sama sekali bukan itu. Buku ini menurut saya baik dibaca oleh para wanita yang sudah bersuami. Dalam beberapa kejadian di buku ini dan pikiran-pikiran tokohnya akan membuat para wanita paham seperti apa sebenarnya laki-laki itu berpikir tentang wanita, terutama tentang fisik wanita. Tentu saja soal fisik wanita dan hubungan seksual.

Buku ini dibagi dalam 5 bagian yang ternyata setelah saya selesai membaca, tiap bagian itu menceriterakan pengalaman “petualangan“ sang tokoh dengan 5 perawan tidur yang berbeda di rumah perawan tersebut. Dikisahkan tokohnya adalah seorang laki-laki bernama Eguci yang sudah mendekati tua, tapi belum uzur, 67 tahun. Pergulatan batin yang dialami sang tokoh saat pertama kali masuk ke rumah perawan hingga akhir cerita, menarik untuk disimak. Disebutkan juga bahwa sang tokoh mau tak mau mengakui bahwa peran ibu dalam hidup seorang laki-laki sangatlah besar. Itu dikisahkan justru ketika sang tokoh bertemu dengan perawan yang tidak terlalu cantik secara fisik. Tapi karena ada pengalaman bawah sadar dengan ibunya ketika masa menyusui dulu, maka ia menganggap justru wanita yg tak terlalu cantik itulah yang istimewa.

Buku ini diterjemahkan oleh Asrul Sani. Karena saya tidak membaca buku dengan bahasa aslinya, maka saya tidak bisa menilai apakah terjemahannya sama atau berbeda dengan versi aslinya, tapi terjemahan Asrul Sani ini sangat memadai untuk sebuah karya sastra terjemahan, karena tidak kehilangan jiwa penulis aslinya. Itu pendapat saya.

Sebenarnya, apakah Yasunari Kawabata ingin bercerita tentang wanita atau tentang laki-laki tengah baya yang sudah mulai kehilangan keperkasaannya? Seberapa berharga hal itu bagi laki-laki? Rumah Perawan yg ditulis oleh Yasunari Kawabata, Lulusan Fakultas Sastra di Universitas Kekaisaran Tokyo dengan gaya Neo-sensualisme ini akan menjawabnya. Jika penasaran, silakan baca bukunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PerempuanMembaca

Semua penulis di sini adalah perempuan yang menyempatkan waktu untuk membaca, budaya yang hampir punah ditelan oleh kesibukan, budaya yang hampir punah tergantikan oleh membaca status sosmed atau berita versi digital. Kami merindukan aroma buku, kami merindukan rehat dan bergelut dengan buku sambi menikmati secangkir teh atau kopi.




Cara Gabung Komunitas

Cara Gabung Komunitas

Cari

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *