Home Ads

Senin, 06 Juli 2020

Resensi Buku Versi Terdalam Kehidupan Rasul Allah Muhammad SAW, M. Fethullah Gülen

Judul: Versi Terdalam Kehidupan Rasul Allah Muhammad SAW
Penulis: M. Fethullah Gülen
Tahun: 2002
Penerbit: Murai Kencana
Halaman: xxxvi+417 halaman
Genre: Nonfiksi
Peresensi: Shobichatul Aminah

Buku karya M. Fethullah Gülen ini tentu bukan satu-satunya buku Sirah (tarikh) Muhammad atau rekaman kisah kehidupan Rosulullah Muhammad SAW. Sirah Muhammad sudah ditulis sejak masa awal perkembangan Islam 15 abad yang lalu. Ada pendapat yang mengatakan bahwa penulisan sirah Muhammad diilhami oleh tradisi Persia. Dalam tradisi Persia sirah berisi kumpulan kisah raja-raja. Tetapi ada pendapat lain bahwa penulisan sirah Muhammad tidak berasal dari pengaruh tradisi Persia atau Yahudi dan Kristen melainkan berakar dari ajaran Islam sendiri. Memang Rasulullah SAW tidak pernah memerintahkan sahabat untuk menuliskan riwayat hidupnya, pun tak pernah menulis otobiografinya sendiri. Namun menulis atau mempelajari Sirah Muhammad SAW pada masa awal perkembangan Islam dimaksudkan sebagai jalan untuk memahami ayat-ayat Al Qur’an yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW dan juga pedoman untuk memahami hukum Islam.  

Dalam pengantar buku ini Azyumardi Azra menyebutkan ada 3 model penulisan sirah nabi. Pertama gaya tradisional, dengan strategi penulisan yang kronologis, dimulai dari penggambaran kehidupan pada masa jahiliyah, masa kelahiran Rasulullah SAW dan kehidupan sebelum masa kenabian, masa kenabian sampai wafatnya Rasulullah SAW secara urut. Yang pertama kali mengembangkan penulisan riwayat hidup Rasululllah SAW adalah Aban bin Utsman bi Affan, yang lahir 10 tahun setelah Rasulullah SAW wafat dan wafat pada tahun 105 H (723 M). Aban bin Utsman bin Affan adalah gubernur Madinah yang diangkat pada tahun 71 H (689 M) dan mempunyai reputasi sebagai muhaddits dan fakih. Tulisan bergenre biografi profetik seperti itu  dalam literatur Islam disebut sebagai maghâzî. Setelah Aban bin Utsman bin Affan, penulis yang menulis maghâzî  adalah Urwah bin Zubair bin Awwam yang lahir 11 tahun setelah Rasulullah SAW wafat. Maghâzî  yang ditulis oleh Urwah lebih lengkap dan lebih baik dari pada karya sebelumnya sehingga dia disebut-sebut sebagai pendiri studi sejarah nabi. Namun sayang, karyanya hanya tersisa sebagai kutipan dalam karya sejarawan dan ahli tafsir semacam Al Thabari, Ibnu Katsir dan beberapa yang lain.

Nah, model penulisan sirah nabi dengan gaya klasik biasanya bersumber dari karya-karya maghâzî. Maghâzî  tidak hanya dimanfaatkan oleh ilmuwan muslim untuk menulis sirah, namun para orientalis juga memanfaatkan maghâzî  untuk mempelajari Islam. Para orientalis itu tak jarang juga menulis sirah nabi, tentu saja dengan menyisipkan kepentingan mereka untuk mencari kelemahan Islam. Hal itu lalu memunculkan gaya baru dalam menulis sirah di kalangan ilmuwan muslim, yang disebut gaya modern. Meskipun masih merujuk pada gaya penulisan klasik, penulis sirah bergaya modern ini menulis sebagai reaksi atas munculnya sirah-sirah nabi karya para orientalis. Dalam penulisannya para penulis sirah gaya modern menyuguhkan data-data yang jelas, kuat dan rasional. Namun tulisan mereka terkesan reaktif dan apologetik. Alih alih meriwayatkan kehidupan Rasulullah Muhammad SAW dengan ungkapan yang mudah diterima, dan menghubungkannya dengan kehidupan modern, sirah  model ini lebih banyak memuat bantahan dan penolakan atas kekeliruan studi para orientalis dalam menulis sirah nabi, meskipun ditulis dengan menggunakan metode kritik ilmiah.    

Model penulisan sirah nabi selanjutnya adalah gaya tematik. Penulis sirah model ini tetap merujuk pada maghâzî, namun mereka memilih tema-tema yang sesuai dengan kebutuhan jaman dan tidak ditulis secara kronologis. Sirah bergaya tematik ini antara lain; Rasulullah SAW Sejak Hijrah Hingga Wafat: Tinjauan Kritis Sejarah Nabi Periode Madinah karya Ali Syari’ati, Sirah Muhammad Rasulullah: Suatu Penafsiran Baru karya Fuad Hashen H dan masih banyak lagi. Buku karya M. Fethullah Gülen Versi Terdalam Kehidupan Rasulullah Muhammad SAW (Prophet Muhammad: Aspects of His Life) ini termasuk sirah bergaya tematik.

M. Fethullah Gülen adalah tokoh spiritual dari Turki yang tinggal di Amerika. Dia adalah seorang sufi sekaligus pemikir rasional, penyair dan pemimpin organisasi sosial Hizmet yang mengkampanyekan pesan-pesan perdamaian, kemanusiaan dan cinta. Sirah nabi karya Gülen memuat informasi yang tak jauh berbeda dengan sirah-sirah nabi yang ditulis oleh penulis lain, tetapi karya Gülen  ini disajikan dengan cara yang berbeda. Meskipun sama-sama berhasil membuat airmata berderai-derai membaca kisah kehidupan Nabi Muhammad SAW, beberapa sirah yang pernah saya baca, seperti Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad SAW: Dari Kelahiran hingga Detik-Detik Terakhir karya Syaikh Shafiyyurahman Al Mubarakfuri yang saya beli di Riyadh entah kenapa cenderung terkesan menonjolkan strategi dakwah Rasulullah SAW melalui jalan perang. Dalam karya Syaikh Shafiyyurahman Al Mubarakfuri bab-bab yang ditampilkan setelah kisah hidup Rasulullah SAW semasa kanak kanak sampai awal kenabian, lalu hijrah membangun kehidupan baru di Madinah adalah kisah-kisah tentang perang. Dari 729 halaman yang disajikan, pengantar kehidupan bangsa Arab pada masa jahiliyah ditulis sebanyak 80 halaman (11%), fase kehidupan nabi di Makkah ditulis sebanyak 172 halaman (23,5%). Fase kehidupan nabi di madinah didominasi bab-bab tentang narasi perang antara lain bab yang diberi judul, Perlawanan Berdarah, Perang Badar, Perang Ahzab, Perang Perang Uhud, dan Perang Khaibar dengan sub bab yang penuh diksi kekerasan. Total halaman tentang narasi perang dalam sirah ini sebanyak 430 halaman (58%). Lalu tentang sahabat nabi, haji wada’ dan wafat nabi sebanyak 25 halaman (4%), kisah rumah tangga nabi sebanyak 11 halaman (1,5%), sifat dan budi pekerti nabi yang diletakkan dalam bab paling akhir ditulis sebanyak 13 halaman (2%). Kisah-kisah nabi Muhammad SAW yang saya pelajari dalam pelajaran tarikh di madrasah dulu juga hanya menyisakan kisah perang di memori tua saya. Namun tidak demikian dengan buku Gülen.

Versi Terdalam Kehidupan Rasul Allah Muhammad SAW  karya M. Fethullah Gülen ini panjangnya 417 halaman dan terbagi menjadi 13 bab. Ketiga belas bab itu adalah sebagai berikut; 1) Perlunya Nabi, 2) Kenabian: Sidiq dan Amanah, 3) Kenabian: Menyampaikan Dakwah dan Cerdas, 4) Kenabian: Bebas dari Kesalahan dan Kesempurnaan Jasmani, 5) Nabi Muhammad SAW sebagai Suami dan Ayah, 6) Nabi Muhammad SAW sebagai Pendidik, 7) Dimensi Militer, 8) Tinjauan Umum 9) Pemimpin Universal, 10) Dimensi Lain dari Kenabian, 11) Sunnah dan Kedudukannya dalam Hukum Islam, 12) Penyampaian Hadits, 13) Para Sahabat dan Tabi’un. Berbeda dengan karya Syaikh Shafiyyurahman Al Mubarakfuri yang didominasi oleh narasi perang dengan diksi-diksi penuh kekerasan, narasi perang dalam sirah nabi karya Gülen dimunculkan dalam bab ke-7 dan ke-8, yaitu Dimensi Militer dan Tinjauan Umum dengan total 63 halaman (15%) tanpa bab khusus tentang perang.

Bab ke-7 tentang Dimensi  Militer dimulai dengan penjelasan tentang Islam yang berasal dari akar kata bahasa Arab s-l-m yang berarti keselamatan, kedamaian dan kepasrahan. Gülen menjelaskan bahwa prinsip Islam fundamental tentang Keesaan Ilahi menyiratkan keharusan umat manusia untuk selaras dengan dunia sekelilingnya. Semesta menampilkan satu kepaduan yang harmoni, dan dunia menjadi bagiannya. Harmoni bisa tercipta jika dunia tunduk pada hukum alam. Umat manusia berbeda dengan mahluk lain yang hidupnya sepenuhnya berada ‘di jalan alam’. Manusia dianugerahi kebebasan dan kewajiban mengharmoniskan hidupnya dengan alam. Untuk mencapai harmoni itu manusia harus menjaga agar kebebasan (keinginan, pikiran dan perbuatannya) tetap berada pada batas-batas yang ditetapkan oleh Allah. Jika manusia tidak bisa menjaga kebebasan pada batas tersebut, maka yang muncul adalah kezaliman, ketidak adilan, eksploitasi, kekacauan dan revolusi. Dan Allah tidak menyukai kezaliman dan kekacauan, melainkan berkehendak agar umat manusia hidup dalam kedamaian dan keadilan.

Perjuangan untuk menjaga kebebasan tetap dalam batas-batas yang ditetapkan oleh Allah dalam rangka menciptakan kehidupan yang damai dan adil ini dimaknai oleh Gülen sebagai jihad yang menjadi kewajiban umat manusia. Jadi dalam pandangan Gülen jihad tidak sama dengan perang. Jihad mengandung makna yang lebih luas dan mencakup setiap jenis perjuangan di jalan Allah untuk mendapatkan ridhaNYA, untuk membangun supremasi agamaNYA, dan untuk menjadikan firmanNYA sebagai panutan. Ada dua aspek jihad yaitu, pertama memerangi hawa nafsu dan kecenderungan kepada kejahatan (jihad besar) dan kedua, mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama (jihad kecil). Dikisahkan ketika Nabi Muhammad SAW bersama tentara muslim kembali ke Madinah setelah berhasil memenangkan satu peperangan, Rasulullah bersabda,” Kita kembali dari jihad kecil dan menuju ke jihad yang lebih besar”. Lalu ketika seorang sahabat bertanya apa itu jihad yang lebih besar Rasulullah SAW menjelaskan bahwa itu adalah berperang melawan hawa nafsu rendah. Di sini tampak jelas Gülen ingin menyampaikan pesan bahwa berperang melawan musuh kaum muslimin sesungguhnya hanyalah jihad kecil belaka, dan tujuan jihad sejatinya adalah agar orang yang beriman disucikan dari dosa dan mencapai tingkat kemanusiaan yang sejati.

Dalam pandangan Gülen Islam datang untuk melenyapkan ketidak adilan, serta untuk ‘menyatukan’ bumi dan langit secara damai dan harmonis. Islam yang diajarkan oleh Rasulullah SAW menyeru kepada umat manusia dengan hikmah kebijaksanaan dan nasihat yang baik. Seruan dengan cara paksa (perang) hanya diijinkan jika orang-orang kafir secara aktif dan sewenang-wenang menolak dakwah Islam dan menghalangi orang lain untuk menerima risalah Islam. Jika perang tak dapat dihindarkan Al Quran mengajarkan agar kaum mukmin tidak mengelak berperang di jalan Allah namun juga melarang untuk melampaui batas. Narasi tentang perang juga muncul dalam bab ke-8 tentang Tinjauan Umum. Peristiwa perang yang pernah terjadi dalam sejarah Islam dikisahkan oleh Gülen di sini dengan cara yang sangat halus. Alih-alih menceritakan pembunuhan atau kekerasan yang memang tipikal narasi perang, Gülen lebih banyak mengulas kejeniusan Rasulullah SAW dalam mempersiapkan strategi perang, seperti membentuk jaringan intelejen dengan sistem informasi yang sangat canggih sampai sampai sebagian besar sahabat di Madinah pun tak mengetahuinya, atau strategi Rasulullah dalam memimpin peperangan. Sisi inilah yang sangat jarang diekspos oleh penulis sirah yang lain. Saya melihat ini sebagai keberhasilan Gülen menampilkan wajah Islam yang damai meski dalam narasi perang.

Selain narasi perang yang tidak biasa, Gülen juga mengangkat kisah nabi dengan cara yang sangat manusiawi, seperti yang dikisahkan dalam bab ke-lima, Nabi Muhammad SAW sebagai Suami dan Ayah. Nabi Muhammad SAW memang digambarkan sebagai sosok suami dan ayah yang sempurna. Kesempurnaan itu tidak lantas membuat Rasulullah SAW digambarkan sebagai sosok yang jauh di awang-awang tanpa kita bisa ‘menyentuh’nya sebagai manusia. Karena nabi adalah contoh bagi umat manusia, maka kesempurnaan Nabi adalah sisi kemanusiaannya. Dikisahkan, sebagai suami, Rasulullah SAW sering bermusyawarah dan minta pertimbangan istri beliau ketika akan memutuskan sesuatu, bahkan yang sangat penting sekalipun. Rasulullah SAW pernah meminta pertimbangan Ummu Salamah setelah menandatangani perjanjian Hudaibiyah. Salah satu isi perjanjian itu adalah umat Islam tidak boleh melaksanakan ibadah haji pada tahun itu. Nabi memerintahkan kaum Muslim untuk menyembelih kurban mereka dan menanggalkan pakaian ihram mereka. Namun kaum Muslim ingin menolak perjanjian itu dan, meskipun tidak secara terang-terangan menentang, mereka berharap Nabi membatalkan perintahnya karena mereka sudah siap berangkat haji serta tak ingin berhenti separuh jalan. Melihat keengganan kaum Muslim Rasulullah SAW meminta pendapat istrinya bagaimana menghadapi situasi tersebut.

Dalam hal ini Rasulullah SAW memperlakukan istrinya sebagai partner setara untuk membahas masalah penting tersebut. Padahal sebagai Nabi dan Rasul, jelas Rasulullah SAW tidak membutuhkan saran ataupun pendapat istri beliau karena Allah tentu akan membimbingnya. Sosok Rasulullah SAW di sini tidak digambarkan sebagai sosok profetik yang bisa menyelesaikan semua hal berdasarkan wahyu. Di luar apakah tujuannya adalah untuk mengajarkan agar laki-laki juga mendengarkan suara perempuan, Rasulullah SAW dalam hal ini digambarkan dengan sangat manusiawi. Dari sisi ‘manusia’nya inilah kita mendapatkan gambaran kesempurnaan Rasulullah SAW. Dan inilah kekuatan tulisan Gülen, menggambarkan Rasulullah sebagai manusia biasa yang bisa kita ‘sentuh’, bukan sosok profetik yang berada di luar jangkauan sehingga kita tidak bisa mengenalnya. Cara penggambaran yang sangat manusiawi ini juga membuat Gülen tidak merasa tabu mempertanyakan Mengapa Dia Mempunyai Istri Lebih Dari Satu?  (Sub bab ke-5 hal. 181). Tidak seperti para pengkritik Islam yang mempertanyakan hal tersebut dengan tendensi untuk menyebarkan keragu-raguan di kalangan Muslim, Gülen bertanya dalam rangka menjernihkan persoalan.     

Selain berhasil menggambarkan kesempurnaan Rasulullah SAW dalam sosoknya yang sangat manusiawi, Gülen juga mampu menjadikan sirah nabi yang berisi peristiwa yang terjadi 15 abad yang lalu ini sangat relevan dengan problem-problem masa kini. Pada bab ke-sembilan tentang Pemimpinan Universal Gülen mengulas dengan gamblang pola-pola kepemimpinan Rasulullah SAW seperti bagaimana memilih orang-orang yang kompeten untuk membantunya, atau bagaimana Rasulullah SAW mengenal umatnya lebih dari umat itu mengenal dirinya sendiri. Diceritakan juga bagaimana Rasulullah SAW memecahkan persoalan dengan kecerdikan yang luar biasa. Rasulullah SAW menjadi contoh pemimpin yang menghapuskan rasisme dan mengajarkan toleransi.  Masyarakat Madinah yang diarsiteki oleh Rasulullah SAW bahkan oleh Gülen disebut sebagai dunia ideal seperti yang dibayangkan oleh Plato dalam The Republic, Thomas More dalam Utopia atau T. Campanella dalam Civitas Solis.

Dalam bab ke-enam tentang Nabi Muhammad sebagai Pendidik, Gülen menjelaskan bagaimana Rasulullah SAW mengembangkan metode pendidikan universal yang tidak hanya untuk mensucikan diri dari dosa, melainkan juga mengembangkan hati, ruh dan jiwa manusia menuju tingkat yang ideal. Rasullullah SAW menghormati dan mengilhami nalar, serta membimbing nalar menuju tingkat tertinggi di bawah intelektualitas wahyu. Melalui Risalah Allah yang menyentuh semua aspek lahir dan bathin, pendidikan Rasullah SAW membuat pengikutnya mengepakkan sayap cinta yang membawa mereka ke tempat yang tak terbayangkan. Rasulullah SAW diturunkan di antara orang-orang berkebudayaan tinggi yang bodoh secara moral. Segala kejahatan bisa ditemukan dalam masyarakat Arab jahiliyah, namun Rasulullah SAW menghapus semua kejahatan itu dan menggantikannya dengan kebaikan dan kebajikan yang menyebabkan umatnya pada suatu masa menjadi pemimpin dan guru dari sebuah peradaban. Al Qur’an sebagai seruan universal mengajarkan tidak saja amal soleh dan spiritualitas, namun juga prinsip ekonomi, pemerintahan, keadilan, hukum internasional dan aspek yang lain. Pendidikan Rasulullah SAW mengubah orang jahil menjadi pasukan orang suci yang diberkahi, menjadi pendidik yang masyhur, panglima yang tak terkalahkan, negarawan terkemuka dan pendiri peradaban paling luar biasa sepanjang sejarah, melalui perilaku yang inspiratif. Gülen berhasil menangkap ruh tersebut dan menerapkannya pada lembaga pendidikan yang dididirikannya melalui organisasi Hizmet di seluruh dunia, termasuk Indonesia.     

Demikianlah, sirah nabi karya M. Fethullah Gülen ini bagi saya adalah sebuah kerinduan; memuaskan kerinduan dan melahirkan kerinduan yang lebih besar lagi. Gülen telah menceritakan kisah kehidupan Rasulullah SAW dengan penuh cinta dan menuliskan  sejarah Islam dengan penuh kelembutan. Andai saja sirah nabi selalu ditulis dengan cara seperti ini, hari ini kita tidak akan menghadapi stigma Islam yang penuh darah dan kekerasan.

Acknowledgements:

Resensi ini ditulis dengan maksud sebagai ‘hadiah’ bagi penulis yang oleh kalangan dekatnya dipanggil dengan sebutan Hoja Efendi, dan sebagai dukungan atas perjuangannya yang tak pernah henti dalam HIZMET, berhidmat untuk kemanusiaan dan perdamaian, tak peduli bagaimana otoritas hendak membungkamnya, melumpuhkannya. Tulisan ini dibuat sebagai ucapan terimakasih atas jasa besar teman-teman Hizmet yang memberi pendidikan kepada anak-anak saya dan anak-anak lain di seluruh dunia, dengan pendidikan yang penuh cinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PerempuanMembaca

Semua penulis di sini adalah perempuan yang menyempatkan waktu untuk membaca, budaya yang hampir punah ditelan oleh kesibukan, budaya yang hampir punah tergantikan oleh membaca status sosmed atau berita versi digital. Kami merindukan aroma buku, kami merindukan rehat dan bergelut dengan buku sambi menikmati secangkir teh atau kopi.




Cara Gabung Komunitas

Cara Gabung Komunitas

Cari

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *