Home Ads

Kamis, 29 April 2021

Resensi Buku Kura-kura Berjanggut, Azhari Aiyub

 Masterpiece Sumpah Serapah




Judul Buku: Kura-kura Berjanggut

Pengarang: Azhari Aiyub

Penerbit: Banana

Tahun Terbit: 2020, 

Cetakan : Keempat

Jumlah Halaman: 960

Genre: Fiksi Sejarah

Peresensi: Aida Mudjib


"TERIMA SYARATKU ATAU ENYAH SEKARANG JUGA DARI JALUR REMPAH-REMPAHKU." (hal. 518)

Saya menutup buku kura-kura berjanggut tanpa benar-benar merampungkan hingga halaman terakhir. Masih ada glosarium 17 halaman yang sepertinya asyik dibaca saat nanti suasana hati saya sudah membaik. 


Novel ini terbagi ke dalam tiga bagian: Buku Si Ujud, Buku Harian Tobias Fuller, dan Lubang Cacing. Bisa dibilang novel ini adalah novel dewasa sehingga bagi yang sensitif dengan kata-kata kurang sopan maka sangat tidak disarankan membaca buku ini.


Alkisah, di ujung Kepulauan Rempah-Rempah tersebutlah Kesultanan Lamuri yang memiliki merica kualitas terbaik di dunia. Penguasa Istana Lamuri selama berabad sejak pendiriannya bergandengan tangan dengan kongsi dagang Ikan Pari Itam. Kongsi tersebut 'mengatur' siapa yang berhak menduduki singgasana istana, memonopoli perdagangan merica Lamuri sekaligus seenak udelnya membuat rakyat Lamuri menderita. 


“Hukum di Lamuri mengharuskan setiap biji merica dijual kepada mereka... Dengan hukum itu, selama puluhan tahun Ikan Pari Itam menguasai dunia.” (hal. 32)


Kekuasaan kongsi dagang ini berakhir ketika Nuruddin Syah naik tahta melalui peristiwa berdarah Pembasmian Merica. Nuruddin yang disebut Anak Haram karena fisiknya yang sangat berbeda dengan ayahnya, Sultan Lamuri, menyimpan dendam kesumat terhadap kongsi. Seiring usia, Nuruddin digunjing khalayak ramai dan makin tak disukai, tidak hanya karena penampilannya namun juga karena sepak terjang ibunya dianggap berbahaya. Ratu mempengaruhi banyak keputusan Raja, cerdik dan kerap berseberangan dengan kongsi sehingga dibunuh. Anak Haram pun dimasukkan penjara Jalan Lurus.


Ketika dipenjara itulah ia bertemu dengan Asoekaya, Marabunta, Astakona, Si Buduk, dan banyak penjahat berbahaya namun berpengaruh, yang kelak membantunya merebut mempertahankan dan menjalankan kekuasaannya.


Petualangan Si Ujud berlangsung lama dan banyak menderita sampai akhirnya berhasil pulang ke Lamuri sebagai orang yang sangat berbeda. Ia menjadi mata-mata Sang Sultan Nuruddin sambil menunggu kesempatan untuk membunuh si Anak Haram.


Di lain pihak, kelompok persaudaraan rahasia Kura-kura Berjanggut juga menginginkan leher Sang Sultan. Kura-kura berjanggut adalah campuran dari mantan petinggi kongsi dan orang-orang Selat Melaka, yang merasa dirugikan oleh Anak Haram yang terkenal dengan kekejaman dan keserakahannya. Dengan dana tidak terbatas, SDM merentang luas, petinggi yang sejajar dengan musuhnya, berakal budi tak kalah cerdas dan culas, kelompok ini menggunakan berbagai cara untuk menghabisi Sultan Lamuri. Mereka bahkan menerbitkan buku resep Kura-kura Berjanggut untuk disebarkan gratis di Lamuri. Buku yang sama 300 tahun kemudian mengilhami warga Lamuri Aceh melakukan serangkaian penyerangan dan pembunuhan kepada opsir dan pejabat kulit putih. 



Kejadian aneh, berbagai pembunuhan dan upaya-upaya Hindia Belanda mengatasi kerepotan di ujung barat Nusantara yang tangguh, misterius dan magis ini menjadi fokus buku kedua. Diceritakan, ada dua versi buku kura-kura tulisan Putri Tajul Dunya dan tulisan Si Ujud. Sementara itu, buku ketiga adalah serangkaian esai lepas beberapa tokoh yang bertemu Si Ujud, Tobias Fuller maupun orang-orang yang berkaitan dengan buku Kura-kura Berjanggut.

Akhir buku ini mengingatkan saya pada Lord of The Ring di mana Tolkien mendapatkan akses ke zaman penguasa cincin melalui salinan Buku Merah Westmarch. Azhari Aiyub juga seperti menggunakan tokoh Tajul Muluk seorang tahanan politik Orba asal Aceh dan keponakannya, Woyla, warga Belanda. Tajul Muluk mewariskan buku harian Tobias dan buku Kura-kura Berjanggut.


Nah lantas melalui tangan siapa Azhari Aiyub mendapatkan salinannya untuk bisa mempersembahkan novel masterpiece penuh cacian, perbuatan bejat, tikung menikung dan pengkhianatan ini? Semoga saya berkesempatan menanyakannya. Atau siapapun yang bisa mewakili bertanya nantinya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PerempuanMembaca

Semua penulis di sini adalah perempuan yang menyempatkan waktu untuk membaca, budaya yang hampir punah ditelan oleh kesibukan, budaya yang hampir punah tergantikan oleh membaca status sosmed atau berita versi digital. Kami merindukan aroma buku, kami merindukan rehat dan bergelut dengan buku sambi menikmati secangkir teh atau kopi.




Cara Gabung Komunitas

Cara Gabung Komunitas

Cari

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *