Home Ads

Selasa, 27 Juli 2021

Resensi Buku The Pebble in the Shoe, the diplomatic struggle for East Timor, Karya Ali Alatas

sumber: lapak lazada
 Judul Buku: The Pebble in the Shoe, the diplomatic struggle for East Timor

Pengarang: Ali Alatas

Penerbit:  Aksara Karunia

Tahun Terbit: 2006 cetakan pertama

Jumlah Halaman: 330 + xx

Genre: Nonfiksi/ politik & pemerintahan

Nama Peresensi: Aida Mudjib


 Unfortunately, knowledge of history doesn't prevent us from repeating it. [Ali Alatas]



Mempertimbangkan sejarah indonesia, bahkan dengan panjangnya masa perang kemerdekaan dan sulitnya meraih kedaulatan penuh dari dunia Internasional, sukar dipercaya bahwa suatu waktu Indonesia pernah menyerang wilayah negara lain. Timor Portugis atau sekarang dikenal dengan Timor Leste. 


Hampir seperempat abad Timtim menjadi bagian dari Indonesia. 22 tahun pergolakan sipil dan 20 tahun lebih operasi militer sudah banyak yang tahu kronologinya serta kerugian juga jumlah korbannya dari berbagai literatur. Parfum, Jazz & Insiden oleh Seno Gumira, If You Leave Us Here, We Will Die karya Robinson atau Integrasi-nya Soekanto bisa jadi rujukan lewat berbagai sudut pandang.


Buku Pebble ini menceritakan tentang perjuangan Indonesia di ranah diplomasi. Perang yang tak kalah seru & menegangkan, tersembunyi dari khalayak ramai. Buku ini ditulis oleh His Excellency Mr. Ali Alatas atau akrab disapa dengan hormat oleh para diplomat dalam dan luar negeri dengan sebutan Pak Ali. Beliau tidak hanya menavigasi korps gedung pancasila tanpa henti sejak 1988 hingga referendum di era Habibie, namun terlibat langsung menangani isu Tim-tim sejak tahun 1974 saat menjadi asisten Menlu Adam Malik dan menyaksikan bagaimana awalnya Menlu Portugal meminta konsultasi RI.


Ada 15 bab dalam buku ini dimulai dengan The Beginning hingga 'the UNTAET & UN Take over'. 


"On the September 21th 1974 the foreign Minister of Portugal Mario Soarez and the foreign Minister of Indonesia Adam Malik met in New York to discuss Portuguese - Indonesia relations with particular focus on the process of decolonization in Portuguese Timor. They agreed that their countries work closely together during the implementations of that decolonization process…  " (page 2)


Pada 14 Oktober tahun 1974 Letnan Jenderal Ali moertopo tiba di Lisbon sebagai utusan khusus Presiden Soeharto. dia dan anggota delegasi nya diterima oleh Presiden Prancis Gomez yang saat itu sudah menggantikan presiden spinola selama 2 hari kunjungan Jenderal Murtopo berkonsultasi dengan Perdana Menteri Vasco Goncalves, Mario Suárez dan menteri koordinasi inter-teritorial Antonio Santos. hasil dari konsultasi tersebut Moertopo mengabarkan bahwa menurut presiden Gomez kemerdekaan penuh Timor Timur adalah hal yang tidak realistis.


Dalam semua perundingan pihak pemerintah Portugis mengindikasikan bahwa integrasi Tim-tim ke dalam Republik Indonesia adalah kemungkinan yang bisa mereka terima dengan catatan bahwa integrasi tersebut dilaksanakan secara demokratis dan sesuai dengan kehendak rakyat.


Pada sub bab 'seed of misunderstanding', Pak Ali mengungkapkan bahwa meski Jenderal Ali moertopo dan timnya menganggap bahwa pernyataan Portugal tersebut adalah lampu hijau dan tidak perlu perhatian khusus namun itu adalah akar banyak masalah berikutnya. Hal ini dikarenakan bahwa di Timor Timur sedang terjadi musim semi demokrasi yang sangat luar biasa dan memecah belah rakyat. 


Patut diketahui dalam penjajahan Portugis rakyat tim-tim berada dalam kondisi diskriminasi yang sungguh memilukan.  Dalam masa tersebut penduduk asli Timor bahkan tidak diperkenankan untuk menginjak Jalan Raya atau masuk ke ibukota Dili dengan bebas. Jika dibandingkan dengan ulah Belanda -yang menempelkan tulisan 'anjing dan pribumi dilarang masuk' pada pintu beberapa restoran, namun Masih boleh menggunakan jalan Raya- tentu tindakan diskriminasi Portugis ini jauh lebih mengerikan. 


Setelah revolusi Anyelir dan pergolakan Portugal membawa angin demokrasi ke timtim, mirip dengan masa awal reformasi Indonesia, partai muncul bak cendawan di musim hujan. 5 partai politik besar diantaranya UDT, Fretilin, Apodeti, Kota & Trabalhista; kemudian dipicu dengan adanya kepala suku dan raja-raja adat yang saling bersaing juga berperang maka iklim demokrasi yang ideal tidak akan mungkin terpenuhi. Syarat dari Portugis terlihat baik di atas kertas dan Menyenangkan di telinga namun implementasinya sungguh sulit. Fretilin yang militeristik sudah beradu senjata dengan faksi lainnya. Indonesia terpaksa ikut berenang lebih dalam ketika keamanan perbatasan RI terancam.


Bersamaan dengan munculnya milisi & pengungsi, masalah-masalah sosial yang harus dihadapi oleh pihak Indonesia dan pihak Portugal satu-persatu hadir. Sialnya bagi Indonesia Penguasa provisional tim-tim Gubernur Jenderal Portugis melarikan diri dari Dili, pun di meja perundingan mereka tak juga pasti.


Kaum sosialis komunis Portugal menguat dan Timtim akan menjadi negara komunis karena pemimpin lokal dari pihak komunis, Fretilin, secara sepihak mengumumkan kemerdekaan sedangkan saat itu ada beberapa faksi yang menginginkan berintegrasi dengan saudara mereka di Timor barat dan yang lain menginginkan mereka tetap menjadi bagian dari Portugal. Nah lho, akhirnya mengetahui ada negara komunis lahir di depan pintu Indonesia -karena dekade sebelumnya mengalami gejolak fatal yang diakibatkan oleh komunis, Soeharto melancarkan operasi.


Portugis langsung memutuskan hubungan diplomatik dan PBB mengeluarkan protes keras, memerintahkan agar Indonesia menarik militernya yang segera dipenuhi. Bersamaan dengan jatuhnya Fretilin di kota Dili dan terlaksananya Penentuan Pendapat Rakyat beberapa bulan kemudian yang hasil akhirnya integrasi, masalah di timtim sayangnya tidak terhenti. PBB tidak menghadiri undangan Indonesia untuk menjadi pengawas dalam Pepera dan Portugal menolak hasilnya. Di sisi lain ternyata operasi militer dili yang dilaksanakan tidak cukup besar untuk menumpas pihak komunis fretilin. Milisi yang lari ke bukit hingga seperempat abad berikutnya membesar dan menghalangi segala upaya Indonesia untuk membuat provinsi tersebut stabil. Berkali-kali dalam masalah tim-tim Indonesia seolah-olah di pingpong dan dipermalukan oleh Portugis di depan anggota PBB lainnya meski lambat laun statemen dan kecaman dunia internasional semakin mereda hingga pertengahan 80-an sudah lebih banyak negara yang ada di pihak Indonesia.


Banyak sekali hal detail yang dibuka dalam buku ini misalnya tentang awal mula peristiwa Santa Cruz yang mengerikan itu. jika kita melihat ke Wikipedia maka yang tertulis adalah "Pada bulan Oktober 1991, sebuah delegasi yang terdiri dari anggota parlemen Portugal dan 12 orang wartawan dijadwalkan akan mengunjungi Timor Timur. Para mahasiswa telah bersiap-siap menyambut kedatangan delegasi ini. Namun rencana ini dibatalkan setelah pemerintah Indonesia mengajukan keberatan atas rencana kehadiran Jill Joleffe sebagai anggota delegasi itu. Joleffe adalah seorang wartawan Australia yang dipandang pendukung gerakan kemerdekaan Fretilin."

Namun dalam buku ini kita bisa membaca bahwa yang terjadi tidak sederhana itu.

Peristiwa ini diawali dengan dimulainya kembali perundingan tripartit tahun 1987. parlemen Portugis ingin mengunjungi Timor, namun tidak ada alasan legal yang bisa dipakai karena Portugis sudah memutuskan hubungan diplomatik dan pada tahun 75 Portugis lah yang meninggalkan tim-tim dalam keadaan kacau, sudah 10 tahun timtim menjadi provinsi ke-27 Indonesia. Memasuki tim-tim berarti memasuki beberapa wilayah kedaulatan Indonesia terlebih dahulu dan itu bukanlah hal yang mudah dilakukan tanpa paspor dan visa. Lalu tujuan kunjungan itu sendiri tidak jelas. Sementara di luar sana, Ramos Horta dan kawan-kawan gencar sekali menggunakan media dan menyebarkan berita palsu sekaligus getol meminta akses asing untuk masuk. Dengan susah payah Deplu berhasil meminta DPR untuk mengirimkan undangan ke parlemen Portugal sebagai alasan kedatangan mereka, mengabaikan ketentuan imigrasi dan mengatur jadwal yang ada bersama utusan dari PBB. Salah satu perjanjiannya adalah mereka bebas menemui siapa saja dan dikunjungi oleh siapa saja termasuk dari pihak gerilyawan. Pada kunjungan tersebut kedua belah pihak harus menyetujui anggota delegasi dari unsur media, 10 orang dari Portugal 10 orang wartawan dari pihak Indonesia dan rombongan utusan dari PBB. Ketika salah satu anggota delegasi tidak disetujui maka harus diganti oleh orang lain. Ternyata Portugal sengaja memasukkan nama Joleffe yang sering membuat berita tidak benar mengenai tim-tim. Indonesia mengajukan keberatan dan meminta dia diganti namun Portugis malah membatalkan kunjungan tahun 1991. Indonesia yang sudah mempersiapkan akomodasi, membangun rumah tempat urusan akan beristirahat Di berbagai desa, menata akses keamanan juga menoleransi kehebohan euforia pihak pro integrasi di lapangan- terpaksa menjadi kambing hitam dan sasaran. Instabilitas karena perundingan yang gagal inilah yang kemudian memicu terjadinya rangkaian peristiwa Santa Cruz.


Bagian buku ini yang paling saya sukai adalah bab 10 the Second option.


Proses membela kepentingan Indonesia dan mencari jalan terbaik bagi rakyat tim-tim adalah proses yang melibatkan banyak sekali pihak. Pihak Pro integrasi maupun pro kemerdekaan sudah sejak awal juga terus terlibat. Dari luar mulai Sekjen PBB hingga Nelson Mandela dan banyak sekali ambassadors mengajukan proposal baik itu proposal papers atau non papers. Surat-surat usulan para kepala negara sahabat juga berdatangan.


Menarik sekali satu Surat yang disebut Pak Ali sebagai Fateful Letter adalah Surat PM John Howard kepada Presiden Habibie, 19 Desember 1998. (Ketika itu pemerintah Indonesia menawarkan opsi otonomi khusus kepada masyarakat tim-tim. Di Lapas Cipinang Xanana gusmao sangat setuju dengan opsi tersebut dan sepertinya perdamaian di Timor bukan hal yang terlalu jauh.) Dalam suratnya secara singkat, Howard menyatakan bahwa Australia menghormati kedaulatan Indonesia dan langkah yang akan ditempuh oleh Habibie adalah langkah yang berani dan berpandangan jernih ke depan namun ia menganggap bahwa prosesnya akan panjang dan tidak akan memberikan hasil yang cukup cepat sehingga Howard mengusulkan pemerintah Indonesia mengambil langkah-langkah sesuai dengan Matignon accord kaledonia baru.


Presiden Habibie memanggil Pak Ali ke istana dan menanyakan apakah yang dimaksud dengan Matignon Accord. Pak Ali menjelaskan bahwa itu adalah serangkaian kompromi antara pemerintah perancis dan gerakan kemerdekaan Kaledonia Baru bahwa status akhir referendum negara akan diberikan setelah 10 tahun.


"after I explained them to him, he burst out. '"but new Caledonia is a French colony and that was kolonial agreement. Why does he compare us with France and East Timor with New Caledonia?"' 


Presiden Habibie tidak menyukai proposal dari PM Howard mengenai otonomi transisional dan sangat tidak menyukai penundaan determinasi status akhir wilayah tersebut dalam jangka waktu berapa pun. Pak Ali mengutip perkataan beliau 'Kenapa kita harus terus menopang beban politik dan finansial atas pembangunan dan pemerintahan, terus bertanggung jawab dan terus disalahkan oleh negara lain ketika ada sesuatu yang terjadi. kemudian dalam 5 atau 10 tahun orang Tim Tim akan mengatakan Terima kasih, tapi sekarang kami ingin merdeka?'


surat dari PM Howard sungguh menyinggung sehingga memicu Presiden Habibie memutuskan Indonesia segera melepaskan diri dari masalah Timtim. Disposisi kabinet diberikan dan berbagai dapat diselenggarakan sementara media sudah mencium tentang 'the second option' yakni referendum selain opsi pertama yaitu otonomi khusus.

Ketika itu utusan Kementerian Luar Negeri dalam perundingan tripartit menyiapkan berbagai hal dan skenario mengenai otonomi khusus sehingga keputusan baru ini membuat semua nya jungkir balik tidak hanya pihak Indonesia namun juga pihak PBB dan portugis.


Pak Ali memperingatkan Presiden Habibie bahwa opsi kedua akan memicu oposisi dari setidaknya tiga kelompok di masyarakat yang pertama adalah masyarakat tim-tim Pro integrasi yang sudah berjuang sangat keras harta maupun nyawa; pihak TNI terutama para Veteran yang mengorbankan diri pada tahun 75-76 dan kelompok nasionalis yang menganggap bahwa tim tim adalah bagian dari Indonesia yang tak terpisahkan. 


Sayangnya Keputusan Presiden sudah sangat bulat dan hasil akhirnya semua juga tahu.

mungkin satu yang banyak masyarakat masih salah paham mengenai jajak pendapat 1999 sebagai referendum kemerdekaan Timtim. Indonesia tidak bisa dan tidak akan pernah bisa memberikan kemerdekaan kepada Timor Timur karena Indonesia tidak pernah menjajah tim-tim proses integrasi tim-tim menjadi provinsi Indonesia telah dilakukan lewat jajak pendapat dan telah diberikan Surat ketetapan MPR.

Sebenarnya yang terjadi adalah konsultasi publik atas nasib Timor Timur apakah masih tetap menjadi bagian Indonesia dengan otonomi khusus atau dikembalikan kepada status asalnya seperti pada tahun 1976 yaitu negara yang dalam proses dekolonisasi menuju kemerdekaan. Selepas jajak pendapat diumumkan hasilnya ketetapan MPR tersebut dicabut dan rakyat tim-tim tidak lagi menjadi bagian dari Indonesia. Karena itulah usai jajak pendapat TimTim meraih kemerdekaan sebagai Timor Leste baru pada tahun 2001.


Buku ini sangat seru bagi saya. Para diplomat adalah tentara Yang jarang terlihat. Satu peluru saja salah ditembakkan bisa membuang sepuluh tahun pekerjaan ke tong sampah, Satu Kata saja beda penafsiran bisa membakar meja perundingan; Satu pemimpin saja salah mengambil keputusan, bisa memicu perang berkepanjangan. 


Mengutip Pak Ali:  It's all "unending dilemmas and difficulties.."


Bahkan hingga saat ini Timtim is like a "pebble in the shoe". Semoga Papua tidak menjadi kerikil kedua. Kita membawa sejarahnya kemana-mana meski terus mengganjal dan menyakiti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PerempuanMembaca

Semua penulis di sini adalah perempuan yang menyempatkan waktu untuk membaca, budaya yang hampir punah ditelan oleh kesibukan, budaya yang hampir punah tergantikan oleh membaca status sosmed atau berita versi digital. Kami merindukan aroma buku, kami merindukan rehat dan bergelut dengan buku sambi menikmati secangkir teh atau kopi.




Cara Gabung Komunitas

Cara Gabung Komunitas

Cari

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *