Home Ads

Minggu, 13 Februari 2022

Resensi Buku Kupu-Kupu Bersayap Gelap, Karya Puthut Ea

 

Source: Google


Judul: Kupu-kupu Bersayap Gelap

Penulis: Puthut EA

Penerbit; Mojok

Hal; 167

Genre: Fiksi

Peresensi: Shofia el-Mizan


Kita harus mensyukuri pencapaian-pencapaian kecil dalam hidup ini, untuk menekan hasrat yang tidak ada habisnya, sekaligus agar tidak merasa lelah," begitu kata Kenanga.


Tokoh dalam cerpen berjudul Kenanga yang selalu membuat saya kagum. Kenanga dalam buku ini berperan sebagai pasangan Randy. Ia sangat kuat dan tangguh  hingga Randy selalu kagum dengan kesederhanaan dan cara dia menyikapi hidup. Kenanga memutuskan untuk berhenti kuliah demi adik-adiknya agar mereka tetap dapat melanjutkan pendidikan. Ia menggantikan peran ayah demi keluarganya. Puthut EA, ingin melukiskan betapa kita selalu membutuhkan 1000 Kenanga dalam diri kita agar kita selalu tangguh dan selalu bersyukur dengan pencapaian kecil kita.


Kumpulan cerpen bertajuk Kupu-kupu Bersayap Gelap merupakan lukisan Phutut untuk menggambarkan perubahan-perubahan sosial, gejala, konflik yang sangat dekat dengan lingkungan kita, utamanya adalah kampung. Dalam cerpen bertajuk Ibuku Pergi Ke Laut, Puthut menampilkan perasaan Dinda kecil yang ketika bertanya ke manakah ibunya pergi dan selalu dijawab oleh ayah serta kakek-neneknya bahwa ia ke laut. Tentu Dinda sebagai anak kecil berimajinasi bahwa ibunya yang sangat pintar berenang sedang menolong kapal-kapal yang akan tenggelam. Dinda benar-benar mengira ibunya hidup di dalam laut. Dengan alibi yang dilakukan oleh ayah Dinda untuk mengatakan bahwa Ibunya telah tiada, membuat Dinda akan berfikir semakin jauh dan menaruh banyak harapan. Hingga ketika ia mampu berfikir, harapan itu dapat menyulut api kemarahan. Puthut, menurut kesimpulan saya, ingin menunjukkan bahwa jujur tentang kepergian orang tua terhadap anak adalah sesuatu yang harus disampaikan dengan bahasa yang lebih sederhana. Nyatanya, lingkungan sosial kita masih melakukan apa yang dilakukan ayah Dinda. Ia membuat cerita-cerita imajiner tentang kepergian ibu yang tak akan kunjung pulang itu. Puthut mengkritik fenomena ini dengan menghadirkan imajinasi Dinda sebagai bola salju, jika kebohongan itu semakin dipupuk maka makin lama justru akan menghacurkan anak itu sendiri. Menghancurkan harapannya. 

 

Kumpulan cerpen yang ditulis Puthut ini, saya lahap habis dalam sekali duduk. Karena kepiawaiannya dalam menulis telah memikat saya untuk tetap bertahan membacanya. Bahasa yang digunakan pun  sederhana, namun mampu menembus dada. Dia banyak menggugah lamunan kita selama ini, mengingatkan kita pada konflik-konflik sosial yang selalu berhadapan dengan kita. Pada cerpen berjudul Dalam Pusatan Kampung Kenangan, Puthut menyadarkan bahwa kampung kita yang sekarang telah banyak ternodai dengan perubahan zaman. Surau tak lagi berpenghuni sebagaimana dulu.  Karena anak-anak sekarang mempunyai kesenangan baru yakni gadget. Zaman dahulu, tradisi minum arak, tayuban dan berbagai tradisi lainnya di kampung tidak pernah mendatangkan kerusuhan bahkan korban. Kini, kampung telah sangat berbeda. Pencurian, pembunuhan, dan banyak hal turut menggerogoti tradisi baik di kampung kita. Karena berbagai hal baru menyusup diam ke dalam sendi-sendi kehidupan generasi muda. Misalnya sabu, narkoba, yang telah memasuki relung-relung generasi muda kampung sehingga mengubahnya menjadi sangat menyedihkan. 


Fenomena di atas juga terjadi di kampung saya. Sehingga cerita ini seakan menggambarkan kondisi kampung kita saat ini. Buku kecil ini mengajak pembaca untuk sekedar mengiyakan, mengawasi kondisi di sekeliling kita, bahwa apa yang dilukiskan dalam cerita benar-benar terjadi dan masih terjadi. Sehingga kita diharuskan memilih peran untuk sekedar menonton atau sebagai pelaku perubahan kecil untuk menyelamatkan konflik sosial universal ini. Puthut mengajarkan banyak hal dalam cerita-ceritanya. Ia menulis dengan rasa yang tulus, tidak neko-neko namun menusuk dada. Nyatanya, cerita tersebut berulangkali membuat dada saya sesak bahkan 'menjatuhkan' saya dalam cerita sebagai pelaku dan saksi. Buku ini terdiri dari 13 cerpen yang disajikan dengan alur cerita yang tidak pernah bisa tebak jalannya. Selalu menarik, mengganggu pikiran, mengaduk perasaan namun juga selalu enak dibaca dan membuat kita tak ingin berhenti melahapnya.


Buku yang harus dibaca siapa saja. Untuk kembali menyadarkan tidur panjang kita terhadap fenomena dan gejala sosial yang mendarah daging dalam lingkungan kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PerempuanMembaca

Semua penulis di sini adalah perempuan yang menyempatkan waktu untuk membaca, budaya yang hampir punah ditelan oleh kesibukan, budaya yang hampir punah tergantikan oleh membaca status sosmed atau berita versi digital. Kami merindukan aroma buku, kami merindukan rehat dan bergelut dengan buku sambi menikmati secangkir teh atau kopi.




Cara Gabung Komunitas

Cara Gabung Komunitas

Cari

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *