Home Ads

Senin, 12 September 2022

Resensi Buku Buku: Genduk Duku, Karya Y. B. Mangunwijaya

sumber: dokumentasi Iffah
Judul Buku: Genduk Duku

Pengarang: Y. B. Mangunwijaya

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit: 2019 (cetakan pertama 1987) 

Jumlah Halaman: 271

Genre: Fiksi Sejarah

Peresensi: Iffah Hannah


Genduk Duku adalah novel kedua dalam trilogi Rara Mendut karya Romo Mangun. Seperti buku pertamanya, novel ini masih mengisahkan sejarah Mataram dari perspektif rakyat jelata, keberanian perempuan, dan protes akan ketidakadilan. Kalau di novel pertama, Genduk Duku diceritakan sebagai "penderek" atau dayang yang membersamai Rara Mendut, di novel kedua ini Genduk Duku menjadi tokoh sentral. 


Setelah kematian Rara Mendut dan Pranacitra yang menolak tunduk terhadap keinginan Tumenggung Wiraguna, Genduk Duku melarikan diri ke Pekalongan lalu ke Telukcikal. Di Telukcikal, ia bertemu dengan seorang nelayan sederhana bernama Slamet yang kemudian menjadi suaminya. Pernikahan mereka dikaruniai seorang anak perempuan bernama Lusi (yang kemudian dikisahkan dalam trilogi terakhir Rara Mendut, berjudul Lusi Lindri). 


Rasa hutang budi terhadap Bendara Pahitmadu, kakak Wiraguna, yang telah membantu pelarian Genduk Duku, membuat Duku dan keluarganya kembali ke wilayah Mataram. Di sana, mereka menjadi saksi perseteruan Tumenggung Wiraguna dengan Pangeran Aria Mataram yang kelak menjadi Sultan Amangkurat I. 


Perseteruan itu berawal dari penculikan selir muda Wiraguna, Tejarukmi, oleh Pangeran Aria Mataram atau disebut sebagai Raden Mas Jibus karena kelakuannya yang selalu bermain perempuan. Duku dan Slamet, mau tidak mau harus ikut berurusan dengan Tejarukmi karena permintaan Bendara Pahitmadu dan Putri Arumardi, salah satu istri Wiraguna. Duku dan Slamet pun mendatangi Tejarukmi di salah satu puri milik Pangeran Aria Mataram untuk menanyakan keputusannya apakah akan tetap bersama Pangeran Mataram atau kembali ke Tumenggung Wiraguna. Tentu saja keputusan Tejarukmi tidak akan berimbas apa-apa, karena peristiwa penculikan ini telah membuat murka Sultan Mataram sehingga meskipun Tejarukmi ingin tetap bersama Pangeran Aria Mataram, tetapi karena sang Pangeran lebih takut pada murka ayahnya, memilih untuk mengembalikan Tejarukmi pada Wiraguna.


Malang sungguh malang, kepulangan Tejarukmi ke Puri Wiragunan justru berakhir tragis. Tumenggung Wiraguna terlanjur menganggap Tejarukmi sebagai sebuah aib keluarga sehingga ketika melihat Tejarukmi pulang ke Puri Wiragunan, ia memutuskan untuk menikamnya dengan keris. Slamet pun turut menjadi korban karena menjadikan dirinya sebagai tameng bagi Tejarukmi. Kematian Slamet membuat Duku meradang dan teringat luka lama tentang kematian sahabatnya, Rara Mendut dan Pranacitra akibat kelakuan Wiraguna. Dendamnya begitu kesumat namun apalah dayanya hanya sebagai rakyat jelata. Ia akhirnya memilih pergi mengungsi jauh dari keriuhan Mataram dan menitipkan anaknya, Lusi, dalam perlindungan Tumenggung Singaranu.


Belum lama pengungsiannya di Jali, Genduk Duku terpaksa harus mengungsi lebih jauh lagi ke Kedu. Kali ini ia tidak seorang diri. Arumardi, salah satu istri Wiraguna, ikut dalam pengungsian ini karena suami dan seluruh keluarganya terancam dihabisi oleh Pangeran Aria Mataram yang naik tahta menjadi Sultan Amangkurat. 


Akhir kisah novel ini menceritakan bagaimana peralihan kekuasaan Susuhan Ing Ngalaga ke tangan Sultan Amangkurat I yang bergelimang darah. Termasuk darah Pangeran Alit, pamannya sendiri.


Membaca novel Romo Mangun ini membuka mata kita bagaimana kekuasaan itu jarang sekali berpihak pada keadilan. Yang terjadi justru, kekuasaan lebih kerap menerjang dan menghancurkan apa saja. Segalanya hanya demi kepentingan segelintir orang-orang berkuasa, sementara rakyat biasa lebih sering menjadi korban keganasannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PerempuanMembaca

Semua penulis di sini adalah perempuan yang menyempatkan waktu untuk membaca, budaya yang hampir punah ditelan oleh kesibukan, budaya yang hampir punah tergantikan oleh membaca status sosmed atau berita versi digital. Kami merindukan aroma buku, kami merindukan rehat dan bergelut dengan buku sambi menikmati secangkir teh atau kopi.




Cara Gabung Komunitas

Cara Gabung Komunitas

Cari

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *