Home Ads

Sabtu, 21 Januari 2023

Resensi Buku Ibu Susu, Karya Rio Johan

sumber: dokumentasi Iffah

Judul buku: Ibu Susu
Penulis: Rio Johan
Penerbit: KPG
Tahun terbit: Oktober 2017
Genre: Fiksi, sastra, novel
Jumlah halaman: 202
Peresensi: Iffah Hannah

Ketika membaca halaman pertama novel ini dan menyadari bahwa cerita ini berkisah tentang masa Firaun ratusan tahun silam, saya sudah bersiap untuk bosan dan mungkin akan sangat tertatih-tatih menyelesaikannya. Tapi, saya keliru. Hanya dalam sekali duduk, saya sudah melahap hampir sepertiga bagian buku tersebut. Kok enak dibaca, begitu pikir saya. Sama sekali tidak ada yang membosankan. Rasanya betul-betul seperti tenggelam dalam dongeng Mesir klasik yang memukau. Akhirnya hanya dalam waktu yang cukup singkat, novel ini selesai saya baca. 

Novel Ibu Susu karangan Rio Johan ini berawal dari mimpi Firaun Theb tentang air susu yang tumpah dan muncrat memenuhi negerinya, kemudian disusul dengan jatuh sakitnya Pangeran Sem, bayi merah calon Firaun masa depan, putra Firaun Theb dan Istri Agung. Karena tabib-tabib istana tidak bisa menemukan apa penyebab sakitnya Pangeran Sem, dan dalam beberapa kasus, sebuah peristiwa malang pasti membutuhkan kambing hitam, maka ibu susu Pangeran Sem pun dihukum. Semata untuk meredam asumsi dan dugaan orang-orang tentang penyakit Pangeran Sem. 

Sudah lazim bagi keluarga istana untuk memiliki ibu susu bagi bayi-bayi mereka. Termasuk bayi Firaun dan Istri Agung. Apalagi Istri Agung sendiri tidak mampu menyusui putranya. Air susunya kering sekian hari setelah berhasil menyusui putranya sebentar. Setelah itu, tugas menyusui Pangeran Sem dilimpahkan ke ibu susu yang dipilih secara seksama oleh tabib-tabib dan wazir-wazir istana. 

Sejak Pangeran Sem jatuh sakit, bayi itu tidak mau menyusu. Segala ramuan sudah diresepkan. Bergulung-gulung papirus terkait pengobatan sudah dibaca. Namun, tak kunjung ditemukan obat mujarab yang bisa menyembuhkan Pangeran. Sampai kemudian Firaun Theb kembali bermimpi tentang susu. 

Para bijak bestari istana menakwilkan mimpi Firaun Theb bahwa kesembuhan Pangeran Sem tergantung dari ibu susu dengan sekian tanda-tanda. Sejak itu, dimulailah perburuan ibu susu ke seantero negeri untuk mencari sosok ibu susu yang mampu menyembuhkan Pangeran Sem. 

Singkat cerita, setelah pengembaraan ke sana ke mari mencari ibu susu, ditemukanlah satu kandidat yang mungkin bisa menjadi jalan kesembuhan Pangeran Sem. Ibu susu itu adalah Perempuan Iksa. Perempuan dengan borok dan koreng memenuhi sekujur tubuhnya, bernanah, dan berbau busuk minta ampun, namun memiliki sepasang payudara yang bersih, montok, sehat, dan ranum. Sungguh sebuah keajaiban bahwa sepasang payudaranya betul-betul bersih dan bersinar padahal bagian kulit yang lain dipenuhi koreng. 

Ketika perempuan itu dibawa ke istana dan diminta untuk menjadi ibu susu bagi Pangeran Sem, perempuan itu menawarkan syarat sebagai imbalannya. Syarat pertama adalah bahwa Firaun Theb harus menyediakan bahan makanan dengan daftar sangat panjang berisi delima, roti, gandum, anggur dan lain-lain serta hewan-hewan ternak, juga batu-batu mulia dengan jumlah tidak sedikit. Daftar permintaan itu sangatlah banyak sampai menghabiskan berpapirus-papirus untuk mencatatnya dan semua benda itu harus dibagikan secara merata pada orang-orang yang menjadi budak karena perang di tanah orang-orang Kheta, yaitu leluhur Perempuan Iksa. 

Tidak sampai di situ, setelah permintaan pertamanya selesai dikabulkan, Perempuan Iksa meminta Firaun Theb menghamilinya supaya ia bisa melahirkan bayi dan mengeluarkan air susu. Permintaan kedua pun dikabulkan. Segera setelah Perempuan Iksa melahirkan anak dari Firaun Theb dan keluar air susunya, ia digiring untuk menyusui Pangeran Sem. Namun Perempuan Iksa masih meminta syarat ketiga, yaitu agar Firaun Theb berjanji bahwa anaknya dengan Perempuan Iksa akan mendapatkan jatah kekuasaan bersama dengan Pangeran Sem. Firaun Theb menyanggupi dan setelah itu, Perempuan Iksa pun mulai menyusui Pangeran Sem. 

Ajaib! Pangeran Sem pun sembuh. Namun, Firaun Theb merasa terancam dengan keberadaan Perempuan Iksa dan anaknya, sehingga setelah kondisi Pangeran Sem pulih, ia pun melakukan segala cara untuk melenyapkan Perempuan Iksa dan anaknya. Setelah itu, ia meminta tukang catat kerajaan untuk menarasikan sejarah sesuai dengan keinginannya, dengan menghapus detail-detail yang sekiranya bisa mengurangi martabatnya. Dan seperti yang sudah-sudah, peran-peran rakyat kecil, seperti Perempuan Iksa, luput dari pencatatan sejarah kerajaan. Tenggelam seperti tidak pernah ada sebelumnya.

Novel ini bukanlah fiksi sejarah, Rio menekankan bahwa novel ini murni fiksi belaka. Tapi, ketika membaca Ibu Susu, rasanya seperti betulan tenggelam dalam kisah zaman Firaun. Imajinasi yang muncul bersama narasi di novel tersebut seperti terang benderang memvisualisasikan kisah yang mungkin betulan terjadi sekian ratus tahun silam. Meski tentu saja hal-hal yang terjadi seperti khianatnya penguasa terhadap janji-janjinya terus menerus berulang seperti kisah-kisah penguasa yang begitu purba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PerempuanMembaca

Semua penulis di sini adalah perempuan yang menyempatkan waktu untuk membaca, budaya yang hampir punah ditelan oleh kesibukan, budaya yang hampir punah tergantikan oleh membaca status sosmed atau berita versi digital. Kami merindukan aroma buku, kami merindukan rehat dan bergelut dengan buku sambi menikmati secangkir teh atau kopi.




Cara Gabung Komunitas

Cara Gabung Komunitas

Cari

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *