Home Ads

Jumat, 01 Juni 2018

Review Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya, Ajahn Brahm

Judul Buku: Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya
Penulis: Ajahn Brahm
Penerbit dan Tahun Terbit: Awareness Publication, 2009
Genre: Fiksi, Edukasi
Jumlah Halaman: 307 halaman
Nama Pe-review: Okta
Review buku:

Saya membeli buku ini saat bulan April kemarin mencoba sebuah toko buku kecil di Batam. Dikarenakan tidak ada yang bisa dibeli dan hanya buku ini yang saya kenali, maka akhirnya pilihan dijatuhkan supaya tidak pulang dengan tangan kosong. Sebenarnya awal tahun buku ini terbit saya sudah pernah melihat euforia rekanan dan teman saya membeli maupun sekedar membicarakan Si Cacing ini. Saya? Tidak berminat.

Buku ini berisikan 108 kisah-kisah (pendek saja antara 1-4 halaman) motivasional dan menginspirasi yang dibagi berdasarkan tema tertentu. Tema tersebut adalah Kesempurnaan dan Kesalahan, Cinta dan Komitmen, Rasa Takut dan Rasa Sakit, Kemarahan dan Pemaafan, Menciptakan Kebahagiaan, Masalah Kritis dan Pemecahannya, Kebijaksanaan dan Keheningan Batin, Pikiran dan Realita, Nilai-nilai dan Kehidupan Spiritual, Kebebasan dan Kerendahan Hati, Penderitaan dan Pelepasan. 

Ajahn Brahm awalnya adalah ilmuwan Inggris kemudian memutuskan menjadi petapa di hutan Thai. Kalau bukan karena membaca buku ini, saya tidak akan mengenali beliau di salah satu program DhammaTV. Lembut dan tenang sekali tuturnya. Bisa kebayanglah bagaimana beliau di keseharian dan cerita-cerita yang ada di buku ini. Bahasanya sederhana, contoh-contohnya berdasarkan kehidupan kesehariannya sehingga tidak tampak muluk-muluk dan mudah dipahami. Beberapa cerita bahkan tampaknya sudah menjadi milik umum atau bahkan diklaim oleh pihak lain, biasalah ya di era share-sharean ini sopan santun daftar pustaka sering kali diabaikan. Misalnya kisah Pria dengan Empat Istri, istri pertama adalah Karma, istri kedua adalah Keluarga, istri ketiga adalah kekayaan dan istri keempat adalah Kemahsyuran. Saya familiar dengan cerita ini melalui social media bahkan sebelum membaca buku ini. Namun demikian, feelnya tetap beda. Ada rangkaian yang saling menguatkan dari kisah yang terpenggal melalui kesatuan tema yang tersaji.

Jadi, apakah 9 tahun yang lalu saya tidak ikut euforia buku ini merupakan kerugian? Tentu tidak. Pernah mendengar ada perkataan : "buku yang tepat akan datang di saat yang tepat". Bagi saya yang sekarang (sudah 4 tahun, tetapi tetap keras hati) sedang berjuang sendiri untuk menyesuaikan dinamika kehidupan di kota yang saya tidak nyaman di dalamnya dan penolakan batin yang membuat tensi saya menyentuh 170/100, maka buku ini dapat memberikan kesadaran untuk lebih rasional dalam menerima dan bersyukur. Tema Kebebasan dan Kerendahan Hati serta Penderitaan dan Pelepasan adalah yang paling merasuk selain kisah mengenai Dua Bata Jelek yang memang beberapa kali muncul. 9 tahun yang lalu saat hidup saya bahagia dan baik-baik saja, saya yakin buku ini tidak akan "berbicara" apa-apa. Menurut saya orang akan mengalami sensasi dan pemahaman yang berbeda-beda tergantung situasi batinnya saat membaca buku ini. 

1. Kapankah waktu yang paling penting? Saat ini
2. Siapakah orang yang paling penting? Orang yang sedang bersama kita
3. Apakah hal yang paling penting untuk dilakukan? Peduli
(Ajahn Brahm, disadur dari salah satu buku Leo Tolstoy).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PerempuanMembaca

Semua penulis di sini adalah perempuan yang menyempatkan waktu untuk membaca, budaya yang hampir punah ditelan oleh kesibukan, budaya yang hampir punah tergantikan oleh membaca status sosmed atau berita versi digital. Kami merindukan aroma buku, kami merindukan rehat dan bergelut dengan buku sambi menikmati secangkir teh atau kopi.




Cara Gabung Komunitas

Cara Gabung Komunitas

Cari

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *