Home Ads

Rabu, 06 Mei 2020

Resensi Buku Olenka, Budi Darma


MANUSIA-MANUSIA YANG MENCARI



Judul buku : Olenka
Pengarang: Budi Darma
Isi : 426 halm
Cetakan 1: Balai Pustaka 1983
Cetakan Baru: PT Mizan Publika 2018
Genre: Novel Sastra
Resensi oleh: Nana Ernawati

Manusia diakui adalah ciptaan Tuhan yang paling unik dan rumit di atas ciptaan-Nya yang lain. Demikianlah pati sari dari novel bernilai sastra yang  beberapa kali mendapat penghargaan ini.

Budi Darma begitu mahir menarasikan tokoh-tokoh di dalam cerita Olenka dengan bahasa yang lugas tapi memiliki nilai intelektual yang tinggi.
Kita tidak akan menemukan sebuah kisah drama yang meledak-ledak penuh sensasi dalam novel ini karena rupanya pengarangnya memang tidak bermaksud demikian. 

Waktu novel ini ditulis oleh Budi Darma di Bloomington, Indiana, Amerika Serikat bagian Selatan. Saat itu di Indonesia belum dimulai budaya hidup di apartemen sehingga pembaca saat itu perlu imajinasi ekstra tentang beberapa kejadian atau peristiwa sehari-hari yang tidak atau belum dialami di negeri ini. Yaitu gaya hidup  tinggal di apartemen.Misalnya tentang pertemuan di lift dengan jadwal tertentu, pergi ke mini market (yang waktu itu juga belum banyak di Indonesia) menjadi semacam pengetahuan tersendiri sekaligus kebingungan tersendiri bagi pembaca di zamannya. Berbeda dengan kondisi sekarang saat kemajuan di negara kita terutama di kota besar nyaris tak ada bedanya dengan keadaan kota-kota besar di seluruh dunia. Hal itu memudahkan pembaca milenial untuk memahami. 

Novel Olenka dibuat dengan gaya narasi, penarasi sekaligus adalah tokoh bernama Fanton Drummond (FD), laki-laki yg hidup dalam lingkungan apartemen yang sama dengan  tempat tinggal Olenka.Yang akhirnya dua tokoh ini menjadi tokoh sentral dari cerita yang ada. Kemudian ada Wayne (suami Olenka) dan Steven (anak Olenka) serta Mary Carson (MC). 

Pertemuan tak sengaja antara seorang laki-laki dan wanita dewasa bukanlah hal yang istimewa. Bahkan ketika akhirnya terjadi perselingkuhan yang jauh dan sangat serius antara mereka, itupun tidak aneh di masa sekarang ini di mana kebebasan dan hak asasi manusia sudah sedemikian menjadi gaya hidup manusia modern. Lalu apa menariknya buku ini dan mengapa sampai mendapat penghargaan bertubi atas cerita yang datar ini? Mari kita periksa.

Tokoh Olenka dalam buku ini adalah wanita tertutup yang cerdas dan berbakat namun sangat kompleks. Dengan kecantikan yang dimiliki, ia menjadi sangat menarik bagi laki-laki dewasa yang ditemui sehingga tidak aneh ketika ia bertemu tokoh aku (Fanton Drummond), maka laki-laki ini sangat terobsesi olehnya. Tetapi Olenka sendiri adalah makhluk yang terkungkung, sementara pikirannya berkeliaran ke sana kemari tanpa batas (Emanuel Kant). Namun, mungkin mengingat kodratnya sebagai wanita, akhirnya Olenka menyadari hubungannya dengan Fanton Drummond (FD) adalah sesat sehingga ia memutuskan pergi meninggalkan suaminya maupun FD, laki-laki yang dipacarinya. Meskipun pada seorang FD ia merasa menemukan apa yang selama ini ia cari pada diri seorang laki-laki.

Berbeda dengan FD, seorang laki-laki yg sama kesepiannya dengan Olenka. Ia memiliki sifat licik dan cenderung mengeksploitasi apa yang ada di depannya dan mengambil keuntungan dari situasi itu. Meskipun ia jatuh cinta dengan Olenka, tapi pada kenyataannya ia hanya memanfaatkan Olenka sebagai objek seksualnya dan realisasi dari khayalan dan pikiran-pikirannya tentang hidup dan wanita. Sehingga ketika Olenka meninggalkannya, maka FD berhubungan dengan wanita lain, yakni Mary Carson ( MC) yang menolak dinikahi FD karena merasa hati FD sebenarnya bukan untuknya. Tapi untuk Olenka.Ini sekaligus memberi kesimpulan pada kita bahwa wanita pada dasarnya memiliki naluri lebih untuk masalah cinta dan tidak mau dikhianati atau dibohongi oleh laki-laki busuk seperti FD.

Tokoh Wayne sebagai suami Olenka, bila sempat kita teliti lebih jauh, dia adalah sosok laki-laki yang juga kesepian. Hidupnya dijajah oleh ego dan khayalan kemegahan dirinya sendiri yang sebenarnya tidak nyata. Sehingga ia menyia-nyiakan istrinya yg berharga demi rasa egoisme dan penilaian palsu terhadap kehebatan dirinya yang sebenarnya sekaligus menutupi kekurangan-kekurangannya sendiri.

Akhirnya Olenka  pergi meninggalkan FD karena merasa perselingkuhan adalah hal yang salah. Dalam pengembaraannya yang tiada batas  ia tak berhasil menemukan kebahagiaan yang ia cari sehingga ia minum pil tidur ditemani lukisan-lukisan indah yang ia ciptakan dari hasil eksplorasi emosionalnya yang dahsyat dan jauh, namun tanpa pegangan. Cerita pun selesai.

Saya tidak tahu apakah dalam cerita ini Budi Darma sebenarnya juga menyindir pembaca bahwa manusia itu perlu memiliki pegangan dan batas untuk menjelajahi dunia batinnya. Tanpa itu kita semua akan tersesat. Namun Budi Darma adalah seorang penulis sastra, bukan seorang ahli agama. Tetapi saya melihat ada satu titik yang menunjukkan sikap Budi Darma itu dalam pikirannya, terbukti dengan kalimatnya, yang saya temukan justru di halaman awal sekali, saya kutip: 

Tentang bagaimana para pendeta / pengkotbah di jalanan selalu menjadi bahan tertawaan dan olok-olokan orang yang lewat.. namun pasti tetap ada beberapa orang yang mendengarkan dengan serius.. (halaman 56)

Bahkan khotbah sang pendeta merasuk ke dalam pikiran dan hatinya sehingga FD memutuskan utk tidak menemui Olenka lagi karena merasa berdosa (paradoks moral). Tentang Khotbah para pendeta, Budi Darma menulis demikian:

...Selain banyaknya orang yang mengolok-olok sang pendeta jalanan.. ada sekian orang yang mendengarkan dengan bersunguh-sungguh bahkan kadang mata mereka basah.. dst... dst...
Kadang saya melihat satu dua anak muda membuntuti saat sang pendeta pulang untuk menanyakan beberapa masalah tentang dunia dan akhirat...dst.

Menyelipkan suatu ajaran agama dalam sebuah cerita memang membutuhkan kepiawaian tersendiri. Atau memang Budi Darma merasa bukan ahlinya sehingga ia tak mau menjadikan dirinya bahan tertawaan bila terlampau banyak bicara agama. 
Akhirnya bagi saya Olenka adalah contoh manusia-manusia di kehidupan modern yang gagal menemukan dirinya sendiri. Mengapa?

Jakarta 6 Mei 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PerempuanMembaca

Semua penulis di sini adalah perempuan yang menyempatkan waktu untuk membaca, budaya yang hampir punah ditelan oleh kesibukan, budaya yang hampir punah tergantikan oleh membaca status sosmed atau berita versi digital. Kami merindukan aroma buku, kami merindukan rehat dan bergelut dengan buku sambi menikmati secangkir teh atau kopi.




Cara Gabung Komunitas

Cara Gabung Komunitas

Cari

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *