Home Ads

Rabu, 14 September 2022

Resensi Seperti Memakai Kacamata yang Salah: Membaca Perempuan dalam Gerakan Radikal, Karya Lies Mascoes

  SOALAN YANG BELAKANGAN WAJAR, NAMUN SEJATINYA PROBLEMATIS

source: mojokstore


Judul buku: Seperti Memakai Kacamata yang Salah: Membaca Perempuan dalam Gerakan Radikal

Penulis: Lies Mascoes

Genre: Nonfiksi

Tahun terbit: Februari 2022

Penerbit: Afkaruna.id

Peresensi: Iva Misbah


Suatu hari, anak saya yang berusia 7 tahun sepulang bermain bersama teman-temannya bercerita:

“Bu, kata si X, kalau kita bilang babi itu haram.”

“Bilang babinya saat gimana?” tanya saya untuk tahu konteksnya.

“Ya kapan saja. Meski cuman baca cerita, atau tebak-tebakan, kalau kita nyebut babi, katanya haram.”

Saya lalu memberi pengertian pada anak saya bahwa babi memang haram jika dimakan, atau menyebut seseorang dengan kata babi sebagai cacian juga haram, tapi untuk dipelajari, disebutkan dalam tebak-tebakan, membaca cerita yang ada karakter babinya, tidak apa-apa, karena babi juga ciptaan Allah, dan Allah menghendaki kita menaruh hormat pada semua ciptaannya.

Di hari lain, anak saya kembali membawa cerita sepulang main.

“Kata si X, dengerin musik itu haram lho, Bu.”

“Oya? Menurutmu sendiri gimana?”

“Aku bilang ke dia, kan musik menyenangkan didengerin dan menghibur. Sesuatu yang bikin senang kan baik. Kita jugaperlu hiburan. Aku suka musik.”

“Sip. Ibu sepakat sama kamu.” 

Cerita-cerita serupa cukup sering kami alami. Saya kaget sekaligus tidak tiap kali anak saya pulang membawa cerita halal-haram, surga-neraka, jin, iblis, dosa-pahala, dan yang senada lainnya. Jujur saya cukup kaget dengan topik perbincangan anak-anak yang fokus pada halal dan haramnya sesuatu, dosa tidaknya, dan akan masuk ke neraka atau surga dengan dosa yang diperbuat. Tapi di sisi lain, saya menyadari itulah realitas yang ada hari ini. Dengan sekolah-sekolah Islam yang menjamur sebagai salah satu penanda menguatnya ekspresi Islam pascareformasi, pendidikan anak-anak terekspose pertama-tama pada doktrin halal-haram, pahala-dosa, surga-neraka sebelum kemampuan berpikir (kritis) anak terbangun baik.

Arus perkembangan fundamentalisme Islam memang semakin menguat di waktu yang bersamaan. Tetangga, kerabat, guru, teman, berganti cara berpakaian, cara bergaul, cara berbicara, dan cara bermedia sosial. Beberapa teman secara gradual berganti busana, ukuran jilbab semakin besar dan panjang, lalu semakin menarik diri dari pergaulan sosial, namun aktif di media sosial dengan nama akun yang diubah penulisannya dengan huruf Arab. 

Fenomena demikian telah berlangsung dan menjadi bagian dari realitas sehari-hari cukup lama, hingga menjadi sebuah kewajaran baru. Dan bagaimana fenomena tersebut terus berkembang? Lies Marcoes dalam buku terbarunya, Seperti Memakai Kacamata yang Salah: Membaca Perempuan dalam Gerakan Radikal, menjelaskan bahwa itu semua tak lain, tak bukan, adalah karena peranan perempuan.

Melalui peran tradisional perempuan sebagai ibu, pengasuh anak-anak, dan pendidik di dalam rumah, perempuan dengan pemahaman Islam fundamentalis menjadi agensi aktif dari proses ideologisasi fundamentalisme agama—juga radikalisme—di lingkup keluarga. Perempuanlah yang mendidik anak-anak tentang paham ke-Islam-an yang eksklusif, tatanan keluarga Islami, posisi perempuan yang subordinat, pergaulan dengan tetangga dan lawan jenis, tentang larangan pacaran, tata cara berpakaian, bersikap di dalam rumah dan ruang publik, tidak terjebak problem kenakalan remaja seperti obat-obatan terlarang, free sex, alkohol, dsb. Pemahaman akan ajaran Islam yang demikian memang “tidak selalu diproduksi oleh mereka (baca: perempuan); namun, agendanya jelas, yaitu menguatkan perempuan untuk aktif menjalankan peran tradisional gendernya agar terbentuk tatanan keluarga harmonis yang sesuai dengan ideologi itu (baca: radikal-fundamentalisme)” (hlm.104).Dengan logika yang sama, proses ideologisasi yang demikian akan juga berlangsung di ruang-ruang di mana perempuan memiliki peranan dominan-aktif, seperti sekolah, majelis taklim, dan kelompok pengajian (liqo’-holaqoh).

Dari situ, menjadi masuk akal-lah cerita-cerita yang kerap anak saya bawa sepulang main. Proses ideologisasi yang diterima kawannya di rumah dan di sekolah, muncul di ruang-ruang bermain anak di kompleks rumah yang kemudian didengar oleh anak saya, lalu Ia bawa ke rumah kami sebagai cerita, dan berlanjut jadi diskusi kecil.

Apa yang disampaikan Lies Marcoes berangkat dari analisis gender dalam melihat gerakan radikal di Indonesia yang selama ini kerap dipahami sebagai ruang yang maskulin, sangat laki-laki. Dengan memakai analisis gender, Lies Marcoes mampu menunjukkan peranan seperti apa yang diambil dan dilakukan oleh perempuan dalam kelompok-kelompok Islam radikal-fundamentalis sekaligus signifikansi dari peranan tersebut terhadap keberlangsungan gerakan.

Secara garis besar, Lies membagi dua peranan yang diambil perempuan dalam gerakan radikal:

Pertama, peranan langsung di medan tempur (ruang publik) yang disebut dengan jihad besar (jihad qital), terjun ke lapangandengan bermodal kemampuan di bidang tertentu seperti teknologi informasi, bahasa, injtelijen, mata-mata, pembobolan internet banking, kemampuan merakit bom (hlm. 62), atau menjadi pelaku bom bunuh diri (martir). Peranan seperti ini kerap menuntut perempuan untuk menjadi maskulin atau bertindak seperti laki-laki dalam melakukan jihadnya (terjadi maskulinisasi perempuan), dan secara kuantitatif diambil oleh hanya sedikit perempuan.

Kedua, peranan di dalam rumah atau yang disebut dengan jihad kecil (jihad non-qital) melalui jalur reproduksi, beranak-pinak, pengasuhan, pendidikan keluarga, dan melayani kebutuhan suami (hlm. 60). Pada peranan ini, perempuan dicukupkan menjadi dirinya sendiri yang subordinat, yang hanya bisa berada di rumah dan terpisah dari ruang publik. Alih-alih mengalami maskulinisasi seperti pada peranan pertama, menurut Lies, perempuan melalui peranan domestiknya telah memberi nuansa bercorak feminin pada laju gerakan Islam radikal-fundamentalis (feminisasi gerakan).

Secara umum, peranan inilah yang diambil perempuan dalam gerakan radikal, yakni jihad dari dalam rumah. Perempuanlah yang menguatkan hati dan tekad suami juga anak lelakinya untuk terjun ke medan tempur, jadi martir, dst. Agenda radikalisme menjadi agenda keluarga karena penerimaan yang perempuan tunjukkan terhadap agenda-agenda tersebut. Perempuan bersedia melahirkan anak sebanyak-banyaknya sebagai jundullah (prajurit Tuhan), bersedia menerima poligami sebab dengan begitu jihad yang sama dapat dilakukan bersama-sama oleh lebih banyak perempuan, berkenan menyiapkan anak perempuannya untuk mengemban peranan dan tugas yang sama sekaligus menyiapkan anak laki-lakinya untuk jihad langsung di lapangan, juga menyiapkan dirinya sendiri jika sewaktu-waktu suami/anak laki-lakinya berangkat ke medan tempur lalu syahid.

Semua itu dilakukan oleh perempuan dengan bayangan surga.Jika laki-laki memiliki medan jihad utama di lapangan sebagai eskalator menuju surga, maka perempuan hanya punya kesempatan yang sama melalui pengoptimalan peranan domestiknya. Pemahaman akan peran dan posisi perempuan yang subordinat diterima tanpa batas. Ketidakadilan di dunia pada akhirnya diterima pasrah dengan dan berharap keadilan yang kekal abadi kelak di surga. Namun persis di situ pula, melalui ideologi Islam radikal-fundamentalis, dalam kehidupan sehari-harinya perempuan mengalami ancaman keamanan insani (human security) secara intens (everyday oppression). Yakni kekerasan ekstrem non fisik yang mengakibatkan kematian jiwa, pikiran, kemandirian, dan kebebasan perempuan akibat cara pandang tentang perempuan sebagai fitnah dan fitrah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PerempuanMembaca

Semua penulis di sini adalah perempuan yang menyempatkan waktu untuk membaca, budaya yang hampir punah ditelan oleh kesibukan, budaya yang hampir punah tergantikan oleh membaca status sosmed atau berita versi digital. Kami merindukan aroma buku, kami merindukan rehat dan bergelut dengan buku sambi menikmati secangkir teh atau kopi.




Cara Gabung Komunitas

Cara Gabung Komunitas

Cari

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *