Home Ads

Sabtu, 11 Februari 2023

Resensi Novel Jazz, Parfum, Karya Seno Gumira Ajidarma

sumber: dokumentasi Iffah

Judul buku: Jazz, Parfum, dan Insiden
Penulis: Seno Gumira Ajidarma
Penerbit: Bentang
Tahun terbit: 2017 (cetakan pertama 1996) 
Genre: Fiksi, sastra Indonesia, novel
Jumlah halaman: 187
Peresensi: Iffah Hannah

Ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara. Kalimat yang juga menjadi judul salah satu buku SGA itu pas banget menggambarkan kehadiran novel Jazz, Parfum, dan Insiden. Dengan konteks Orde Baru, dimana banyak media-media yang mengabarkan fakta dibredel, tulisan-tulisan diberangus, hadirnya sastra untuk menyampaikan "kebenaran" dengan bentuk fiksi menjadi penting adanya. Novel Jazz, Parfum, dan Insiden ini menceritakan tragedi Dili, saat pendudukan militer di Timor Timur. Terbit pertama kali pada 1996, novel ini dianggap sebagai karya yang mengubah wajah sastra dan politik Indonesia untuk selamanya. 

Novel ini dituturkan dari sudut pandang narator yang sedang berada di kantornya membaca dokumen laporan tentang insiden-insiden mengerikan yang memakan korban; bagaimana ratusan orang diberondong peluru saat menghadiri misa di gereja, bagaimana para warga ditangkap dan diinterogasi termasuk para perempuan yang diperkosa. Penceritaan tentang si narator yang sedang bekerja membaca laporan insiden itu berganti-ganti dengan dihadirkannya kenangan-kenangan tentang perempuan-perempuan yang hadir dalam hidupnya. Semua perempuan yang diceritakan dalam novel ini disebut melalui nama parfum yang mereka kenakan (kecuali sosok Alina, perempuan yang ia kirimi surat di bagian akhir novel. Sosok Alina ini mengingatkan kita pada Alina dalam kisah Negeri Senja, novel karya SGA yang terbit pada 2003. Kalau dibaca secara seksama, "bibit" novel Negeri Senja sudah mulai tampak di novel Jazz, Parfum, dan Insiden. Selain soal Alina, bagaimana SGA menarasikan soal 'senja' dan bayangan ada sebuah negeri yang sepanjang harinya hanya mengalami senja sedikit dibahas dalam novel tersebut. Barangkali, sosok narator dalam novel Jazz, Parfum, dan Insiden ini juga sosok yang sama yang akhirnya menjadi pengembara di novel Negeri Senja. Kalau tebakan ini disampaikan ke SGA langsung, pasti beliau jawab: ya terserah pembaca lah mau ditafsirkan seperti apa 🤣🤣🤣). 

Merek-merek parfum yang digunakan untuk menyebut para perempuan dalam hidup si narator dijelaskan juga latar belakang munculnya, seperti parfum Eternity oleh Calvin Klein yang berhubungan dengan kisahnya dengan istri keduanya misalnya. Selain itu, narator juga menceritakan soal musik jazz, musik favorit yang menemaninya membaca laporan insiden melalui walkman. Gara-gara novel ini, saya baru tahu seperti apa jazz itu. Selama ini, saya kira jazz adalah musik elit, musik kelas atas, ternyata malah sebaliknya. Jazz lahir justru dari sub kultur budak-budak hitam Amerika keturunan Afrika (Jazz, Parfum, dan Insiden hal 15).

Jazz itu "... seperti hiburan, tapi hiburan yang pahit, sendu, mengungkit-ungkit rasa duka." (Jazz, Parfum, dan Insiden hal 15).

Narator terkenang akan lagu jazz "Berta, Berta" saat menuliskan kisah tersebut yang ia tafsiri bagaimana nyanyian tanpa iringan instrumen itu "diiringi suara rantai terseret. Itulah rantai yang mengikat pergelangan tangan dan kaki para budak--rantai perbudakan. Mereka tidak menjadi bebas karena menyanyi, tapi tak ada rantai yang mampu menghalangi mereka menyanyi. Itulah hakikat jazz: pembebasan jiwa." (Jazz, Parfum, dan Insiden hal 16).

Membaca novel ini rasanya seperti membaca sebuah penelitian kajian budaya tentang jazz tapi dengan bahasa yang ringan dan enak dinikmati. SGA memang tidak main-main menyusun novel ini. Ada banyak sekali referensi yang ia pakai untuk menjelaskan soal jazz. Di bagian akhir, disematkan catatan yang berisi referensi apapun yang SGA pakai; bukan hanya buku/tulisan, bahkan sumber lisan pun dicatat.

Untuk menutup resensi singkat ini, saya hadirkan satu kutipan pendek novel yang membuat perasaan saya campur aduk saat membacanya, membayangkan mayat-mayat bergelimpangan dengan tubuh ditembusi peluru, juga orang-orang yang ditangkap, diinterogasi, disiksa, dan diperkosa: "Di wilayah ini, Tuhan yang Maha Berkuasa adalah petugas bersenjata." (Jazz, Parfum, dan Insiden hal 32).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PerempuanMembaca

Semua penulis di sini adalah perempuan yang menyempatkan waktu untuk membaca, budaya yang hampir punah ditelan oleh kesibukan, budaya yang hampir punah tergantikan oleh membaca status sosmed atau berita versi digital. Kami merindukan aroma buku, kami merindukan rehat dan bergelut dengan buku sambi menikmati secangkir teh atau kopi.




Cara Gabung Komunitas

Cara Gabung Komunitas

Cari

Hubungi Kami

Nama

Email *

Pesan *